Tapak dara atau sering juga disebut Tampak dara atau Tatorek, merupakan simbol umum yang digunakan dibali, dimana simbol sederhana dari swastika yang digambarkan dengan tanda tambah, biasanya ditulis dengan media bahan kapur mentah atau dalam bahasa bali disebut “Pamor” (limestone) sehingga warnanya menjadi putih. Tapak Dara merupakan simbol penyatuan dwalitas kehidupan (Rwabhineda).
Lambang saling menyilang ini di Bali dikenal dengan tanda Tapak Dara, tanda tambah (+), di India disebut ‘Satiya’. Gambar tapak dara di Bali biasanya digunakan untuk menolak marabahaya atau memberi ketenangan kepada seseorang setelah terjadi sesuatu yang mengejutkan. Tapak Dara biasanya dugunakan saat melaksanakan suatu upacara keagamaan dan juga dipasangkan atau dituliskan pada rumah, digoreskan di beberapa tiang rumah dengan pamor, tentunya ketika dilaksanakan upacara pemlaspas (ritual selametan untuk rumah yang baru dibangun) .
Tanda Tapak Dara (+) sering pula digunakan sebagai pengobatan Tradisional Hindu (Ayur Veda), dimana tanda ini digoereskan dengan pamor (sejenis kapur) disertai dengan Mantra dipasang di telapak tangan sang pasien maupun di telapak kaki pasien khususnya bayi atau anak-anak. dipasang juga pada seorang ibu sedang menyusui, dikejutkan oleh sesuatu, biasanya digoresi lukisan tapak dara dari arang / kapur sirih pada susu dan anaknya (pada sela dahi maksudnya), ialah untuk menolak bahaya atau yang bersifat negatif. Tanda ini kita dapati juga pada kekeb (penutup masak nasi) yang fungsinya juga untuk menolak hal-hal yang sifatnya negatif. di kulkul (kentongan), tetimpug (alat kelengkapan upacara butha yadnya – mecaru) serta tempat-tempat lainnya yang dianggap penting. Oleh karena itu tanda ini dikenal dengan istilah Tapak Dara (Tampak Dara). Mungkin karena hal itulah, lambang Tapak Dara di adopsi oleh Palang Merah, dengan maksud agar roh dari sistem pengobatan dan pertolongan spiritual menyertai anggotanya. dan sampai sekarang “Palang Merah Indonesia (PMI)” menggunakan simbol Tapak Dara.
Tapak dara itu adalah melambangkan jalannya matahari. Jaman dahulu matahari itu dianggap Dewa yang tertinggi, yang di Bali disebut Sang Hyang Siwa Raditya.
secara vertikal,ke atas sebagai lambang untuk berbakti kepada Tuhan,ke bawah wujud kasih sayang pada semua makhluk hidup.Sedangkan silang yang horizontal berarti,wujud pengabdian yang bersifat timbal balik kepada sesama umat manusia.
Tapak Dara yang dalam simbol modre (+) selanjutnya disebutkan perkembangannya,
menjadi simbol Swastika yang merupakan dasar kekuatan dan kesejahteraan Bhuana Agung (Makrokosmos) dan Bhuana Alit (Mikrokosmos)Menjadi cerminan Sang Hyang Rwa Bineda, sehingga kelihatanada siang ada malam, ada laki – laki ada perempuan, baik dan buruk.
Dalam daksina, Tapak dara berada didasar bedog, dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga membentuk tanda tambah. Tampak adalah lambang keseimbangan baik makrokosmos maupun mikrokosmos. tampak juga melambangkan swastika, yang artinya semoga dalam keadaan baik.
Dari segi bentuk, dalam makna simbol “tapak dara” tersebut diatas juga disebutkan bahwa, simbol ini tampaknya sangat lokal. Namun, di balik simbol dalam bentuk lokal tersebut terdapat makna yang bernilai universal yang dalam beberapa penggunaannya disebutkan sebagai berikut :
Tapak dara yang digunakan dalam banten pejati sebagai sarana yadnya, disebutkan pula merupakan simbol keseimbangan antara alam makro kosmos dan mikro kosmos.Pada setiap Sasih Kaenem umumnya terjadi wabah yang disebut gering, sasab dan merana.
Gering, wabah yang menimpa manusia.(Pelaksanaan “Caru karang gering”; Bhuta Yadnya Untuk Mensucikan Palemahan untuk menghindari penghuninya selalu kesakitan)Sasab, wabah penyakit yang menimpa ternak, sedangkanMerana, wabah yang menimpa tumbuh-tumbuhan.(Biasanya upacara nangluk merana dilaksanakan untuk menangkal atau mengendalikan gangguan – gangguan yang dapat membawa kehancuran atau penyakit pada tanaman tersebut)
Sebelum wabah itu muncul umat Hindu Bali umumnya mengenakan simbol tapak dara di depan pintu masuk rumah masing-masing yang disertai juga daun pandan berduri yang disebut pandan wong disertai dengan benang tri dhatu yaitu benang merah, hitam dan putih dililitkan menjadi satu.
Dalam pengobatan tradisional. Tanda tapak dara dari pamor atau kapur sirih sering digoreskan oleh balian pada bagian tubuh yang dirasakan sakit,sesungguhnya mengandung makna universal.Disebut tapak dara yang juga karena bentuknya menyerupai bekas kaki burung dara atau burung merpati. Hal ini melambangkan simbol Swastika dalam bentuk khas budaya Hindu di Bali.
Dalam ajaran Hindu alam beserta isinya ini berproses dalam tiga tahap yaitu
Srsti, keadaan alam baru dalam proses tercipta.Swastika, proses alam dalam keadaan stabil serba seimbang.Pralaya, proses yang alami menjadi kembali pralina menuju sumbernya yaitu kepada Sang Pencipta.
Jadi tapak dara itu sebagai lambang keseimbangan. Ini artinya, munculnya tanda tapak dara di Bali ini sepertinya untuk mengingatkan kita agar selalu bersikap dan berbuat seimbang.
No comments:
Post a Comment