PURA ULUN DANU BATUR



sumber : youtube
========================================================================


Pura Ulun Danur Batur sebagai kahyangan jagat umat Hindu di Bali, dimuliakan sebagai stana Bhatara Wisnu. Pura Batur disebut Pura Pradana sedangkan Pura Besakih disebut Pura Purusa. Di Pura Besakih, Tuhan dipuja untuk menguatkan jiwa kerohanian umat untuk mencapai kebahagiaan spiritual. Sedangkan di Pura Batur, Tuhan dipuja untuk menguatkan spiritual umat dalam membangun kemakmuran ekonomi.


Image result for ulun danu batur
Sebagai stana Bhatara Wisnu, yang dalam konsep masyarakat Batur terkenal dengan sebutan Batari Dewi Danuh, Pura Ulun Danu memiliki sejarah yang sangat menarik, baik yang berkembang secara turun-temurun, sebagai cerita rakyat yang hidup di Batur serta masyarakat pemuja di sekitarnya, mau pun sebagaimana termuat dalam beberapa babad.
Sejarah Pura Ulun Danu Batur
Sebelum letusan Gunung Batur yang dasyat pada tahun 1917, Pura Batur semula terletak di kaki Gunung itu dekat tepi Barat Daya Danau Batur. Letusan Gunung Batur merusakkan 65.000 rumah, 2.500 Pura dan lebih dari ribuan kehidupan. Tetapi keajaiban menghentikannya pada kaki Pura.
(suasana pura tahun 1926)
Orang-orang melihat semua ini sebagai pertanda baik dan melanjutkan untuk tetap tinggal disana. Pada tahun 1926 letusan baru menutupi seluruh Pura kecuali “Pelinggih” yang tertinggi, temapt pemujaan kepada Tuhan dalam perwujudan Dewi Danu, Dewi air danau. Kemudian warga desa bersikeras untuk menempatkannya di tempat yang lebih tinggi dan memulai tusag mereka untuk membangun kembali pura. Mereka membawa pelinggih yang masih utuh dan membangun kembali Pura Batur.
Beberapa lontar suci Bali kuno menceritakan asal mula Pura Batur yang merupakan bagian dari “sad kayangan” enam kelompok Pura yang ada di Bali yang tercatat dalam lontar Widhi Sastra, lontar Raja Purana dan Babad Pasek Kayu Selem. Pura Batur juga dinyatakan sebagai Pura “Kayangan Jagat” yang disungsung oleh masyarakat umum.
Sejarah Pura Batur merupakan persembahan untuk Dewi Kesuburan, Dewi Danu. Dia adalah Dewi dari air danau. Air yang kaya akan mineral mengalir dari Danau Batur, mengalir dari satu petak sawah ke petak sawah yang lainnya, lambat laun turun ke bumi. Dalam lontar Usaha Bali, salah satu sastra suci yang ditempatkan di pura itu, ada legenda kuno yang melukiskan susunan dari tahta Dewi Danu.

Kisah Pura Batur Dalam Lontar

Dalam Lontar Usana Bali diceritakan secara mitologis bahwa Gunung Mahameru di India sangat tinggi hampir menyentuh langit. Kalau langit sampai tersentuh maka hancurlah alam ini. Karena itu Sang Hyang Pasupati mengambil puncak Gunung Mahameru di India dengan kedua tangannya. Bongkahan Gunung Mahameru itu diterbangkan ke Bali. Bongkahan yang digenggam dengan tangan kanan beliau menjadi Gunung Agung. Sedangkan bongkahan pada tangan kiri beliau menjadi Gunung Batur. Di Gunung Agung distanakan Sang Hyang Putra Jaya (Sang Hyang Maha Dewa). Sedangkan di Gunung Batur distanakan Dewi Danuh. Dewi Danuh itu tidak lain adalah saktinya Dewa Wisnu. Dewa Wisnu adalah Tuhan sebagai dewanya air untuk kemakmuran makhluk hidup.
Lontar yang menyebutkan keberadaan Pura Batur ini antara lain Lontar Usana Bali, Lontar Kusuma Dewa, Lontar Raja Purana Batur. Menurut lontar tersebut Pura Batur adalah Pura Sad Kahyangan yang tergolong Kahyangan Jagat untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Kemakmuran. Kahyangan Jagat adalah tempat pemujaan Tuhan bagi semua umat Hindu.

PURA LUHUR TANAH LOT

sumber : youtube
=====================================================================

Sejarah
Image result for pura tanah lot
Sejarah Pura Tanah Lot Bali Indonesia berdasarkan legenda, dikisahkan pada abad ke -15, Bhagawan Dang Hyang Nirartha atau dikenal dengan nama Dang Hyang Dwijendra melakukan misi penyebaran agama Hindu dari pulau Jawa ke pulau Bali.
Pada saat itu yang berkuasa di pulau Bali adalah Raja Dalem Waturenggong. Beliau sangat menyambut baik dengan kedatangan dari Dang Hyang Nirartha dalam menjalankan misinya, sehingga penyebaran agama Hindu berhasil sampai ke pelosok – pelosok desa yang ada di pulau Bali.
Dalam sejarah Pura Tanah Lot, dikisahkan Dang Hyang Nirartha, melihat sinar suci dari arah laut selatan Bali, maka Dang Hyang Nirartha mencari lokasi dari sinar tersebut dan tibalah beliau di sebuah pantai di desa yang bernama Desa Beraban Tabanan.
Pada saat itu Desa Beraban dipimpin oleh Bendesa Beraban Sakti, yang sangat menentang ajaran dari Dang Hyang Nirartha dalam menyebarkan agama Hindu. Bendesa Beraban Sakti, menganut aliran monotheisme.
Dang Hyang Nirartha melakukan meditasi diatas batu karang yang menyerupai bentuk burung beo yang pada awalnya berada di daratan.
Dengan berbagai cara Bendesa Beraban ingin mengusir keberadaan Dang Hyang Nirartha dari tempat meditasinya.
Menurut sejarah Pura Tanah Lot berdasarkan legenda Dang Hyang Nirartha memindahkan batu karang (tempat bermeditasinya) ke tengah pantai dengan kekuatan spiritual. Batu karang tersebut diberi nama Tanah Lot yang artinya batu karang yang berada di tengah lautan.
Semenjak peristiwa itu Bendesa Beraban Sakti mengakui kesaktian yang dimiliki Dang Hyang Nirartha dengan menjadi pengikutnya untuk memeluk agama Hindu bersama dengan seluruh penduduk setempat.
Dikisahkan di sejarah Pura Tanah Lot, sebelum meninggalkan Desa Beraban, Dang Hyang Nirartha memberikan sebuah keris kepada bendesa Beraban. Keris tersebut memiliki kekuatan untuk menghilangkan segala penyakit yang menyerang tanaman.
Keris tersebut disimpan di Puri Kediri dan dibuatkan upacara keagamaan di Pura Tanah Lot setiap enam bulan sekali. Semenjak hal ini rutin dilakukan oleh penduduk desa Beraban, kesejahteraan penduduk sangat meningkat pesat dengan hasil panen pertanian yang melimpah dan mereka hidup dengan saling menghormati.

Legenda
Image result for pura tanah lot
Menurut legenda, pura ini dibangun oleh seorang brahmana yang mengembara dari Jawa, yaitu Danghyang Nirartha yang berhasil menguatkan kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu dan membangun Sad Kahyangan tersebut pada abad ke-16. Pada saat itu, penguasa Tanah Lot yang bernama Bendesa Beraben merasa iri kepadanya karena para pengikutnya mulai pergi untuk mengikuti Danghyang Nirartha. Bendesa Beraben kemudian menyuruh Danghyang Nirartha meninggalkan Tanah Lot. Danghyang Nirartha menyanggupi, tetapi sebelumnya ia dengan kekuatannya memindahkan Bongkahan Batu ke tengah pantai (bukan ke tengah laut) dan membangun pura di sana. Ia juga mengubah selendangnya menjadi ular penjaga pura. Ular ini masih ada sampai sekarang dan secara ilmiah ular ini termasuk jenis ular laut yang mempunyai ciri-ciri berekor pipih seperti ikan, warna hitam berbelang kuning dan mempunyai racun 3 kali lebih kuat dari ular cobra. Akhirnya disebutkan bahwa Bendesa Beraben menjadi pengikut Danghyang Nirartha

Renovasi
Pura Tanah lot selama ini terganggu oleh abrasi dan pengikisan akibat ombak dan angin. Oleh sebab itu, pemerintah Bali melalui Proyek Pengamanan Daerah Pantai Bali melakukan memasang tetrapod sebagai pemecah gelombang dan memperkuat tebing di sekeliling pura berupa karang buatan. Daerah di sekitar Tanah Lot juga ditata mengingat peran Tanah lot sebagai salah satu tujuan wisata di bali.
Renovasi pertama dilakukan sejak tahun 1987 sebagai proyek perlindungan tahap I. Pada tahap ini, pemecah gelombang (tetrapod) seberat dua ton diletakkan di depan Pura Tanah Lot. Selain itu, bantaran beton serta dinding buatan juga dibangun sebagai pelindung hantaman gelombang. Namun, peletakan tetrapod mengganggu keindahan dan keasrian alam di sekitarnya sehingga diadakan studi kelayakan dengan melibatkan tokoh agama dan masyarakat setempat pada tahun 1989. Desain bangunan pemecah gelombang di bawah permukaan air dan pembuatan karang buatan dibuat pada tahun 1992 dan diperbaharui lagi pada tahun 1998. Perlindungan pura mulai dilaksanakan sekitar bulan Juni 2000 dan selesai pada Februari 2003 melalui dana bantuan pinjaman Japan Bank for International Cooperation (JBIC) sebesar Rp95 miliar. Keseluruhan pekerjaan meliputi bangunan Wantilan, Pewaregan, Paebatan, Candi Bentar, penataan areal parkir, serta penataan jalan dan taman di kawasan tanah lot.

BANASPATIRAJA

Image result for BANASPATIRAJABanaspatiraja (Sanghyang Banaspatiraja; Banaspati Raja) adalah patih di Pura Dalem yang bergelar I Ratu Nyoman Sakti Pengadangan sebagaimana disebutkan dalam lontar kanda pat sari.

Umumnya Beliau juga disebutkan sebagai penghuni kayu-kayu besar seperti kepuh, bingin, kepah, dll yang dipandang angker, sehingga orang dilarang menebang kayu atau naik pohon pada waktu yang tidak sesuai dengan hari yang baik / buruk dalam ala ayuning dewasamenurut kalender Bali.

yang mitologinya disebutkan dalam lontar kanda pat yang berawal ketika Dewi Uma telah kembali ke Siwa Loka, maka yang tinggal di dunia adalah perwujudan beliau dengan segala sifatnya sebagai salah satu dari empat tokoh dalam catur sanak.

Dalam kelahiran manusia disebutkan pula bahwa, Sang Hyang Dengen menjadi Sanghyang Banaspatiraja
dan berkat tapanya yang teguh, Sang Banaspatiraja mendapat julukan Sang Maha Kala yang saatnya nanti, beliau juga akan menjemput dan mengadili kita setelah mati.

Salah satu pemahaman akan kekuatan Tuhan itu yaitu keyakinan terhadap Banaspatiraja sebagaimana disebutkan dalam sumber kutipan pura mrajapati tempat pemujaan alam kosmis, Banaspatiraja merupakan simbol atau wahana Ida Bhatara yang berlandaskan pada ajaran Çiwa.
Ajaran ini mengandung filosofi ajaran Tantra (Tantrayana) dan Bhairawa di dalamnya.
  • Filosofi ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah perkembangan Hindu di Bali. Sejak Mpu Kuturan datang ke Bali dan menyatukan ajaran berbagai sekte yang pernah hidup di Bali, berkembanglah yang disebut ajaran Trimurti. 
  • Ajaran ini bermakna tiga manifestasi Tuhan yang mempunyai kedudukan yang sama. Inilah cikal bakal ajaran Siwa Sidanta yang kita warisi sampai sekarang ini.


Pemahaman Banaspatiraja ini juga disebutkan tidak bisa dipisahkan dari konsep empat bersaudara yang terdiri atas Anggapati, Prajapati, Banaspati, dan Banaspatiraja itu sendiri. Konsep itu disebut nyama papat (saudara empat).
Nyama papat ini jangan selalu dibayangkan seram, karena kalau kita telusuri itu semua adalah kekuatan Tuhan dalam berbagai manifestasinya. Hal ini termuat dalam Lontar Siwa Tatwa di Bali.

Dilihat dari sumber sastra lain yakni :
  • Dalam Lontar Usana Bali, Banaspatiraja merupakan kekuatan pelindung dari segala macam penyakit atau hama yang ada di sawah. 
    • Karenanya beliau berfungsi sebagai nangluk merana untuk menetralisir kekuatan negatif, dan juga dalam usadha yang berperan sebagai dewanya para balian. 
  • Di dalam Lontar Gong Besi, Banaspatiraja lambang Taksu dan orang yang ingin memiliki Taksu, Beliaulah sumbernya. Di jajaran Pelinggih Sanggah atau Merajan atau Tempat Suci Keluarga, banaspatiraja berada di Pelinggih Taksu. 

PURA LUHUR ULUWATU


sumber : youtube
========================================================================
Tidak diketahui secara jelas kapan pura uluwatu dibangun oleh Mpu Kuturan atau Mpu Rajakreta pada masa pemerintahan suami-istri Sri Msula-Masuli pada sekitar abad XI. Namun, ada fakta menarik dari peninggalan historis di Pura Luhur Uluwatu. Peninggalan kuno di pura ini berupa candi kurung atau kori gelung agung yang menjulang megah membatasi areal jaba tengah dengan jeroan pura, diprediksi pura ini sudah ada sejak abad ke-8. Candi kuno itu menyatakan hitungan tahun Caka dengan Candrasangkala Gana Sawang Gana yang berarti tahun Caka 808 atau sekitar 886 Masehi. Jadi, sebelum datangnya Mpu Kuturan ke Bali.
Image result for pura uluwatuPura Luhur Uluwatu Berperan mempunyai peranan penting dalam Ista Dewata Bali. Dalam PadmaBhuana di Bali, Pura Uluwatu terletak di daerah baratdaya dimana merupakan tempat memuja Dewa Rudra. Selain posisi geografis, keunikan lain dari Pura Luhur Uluwatu adalah arah pemujaan yang menuju Barat Daya. Umumnya, di beberapa prahyangan lainnya di Bali, yang pemujaannya menghadap ke utara dan timur. Ketika kita lihat di sebelah kiri sebelum memasuki candi terdapat pelinggih Dalem Jurit ini dapat ditemukan 3 tugu Tri Murti, merupakan subuah tempat memuja Dewa Siwa Rudra. Di jaba tengah ini kita menoleh ke kiri lagi ada sebuah bak air yang selalu berisi air meskipun musim kering sekalipun. Hal ini dianggap suatu keajaiban dari Pura Luhur Uluwatu. Sebab, di wilayah Desa Pecatu adalah daerah perbukitan batu karang berkapur yang mengandalkan air hujan. Karena ada keajaibannya, maka bak air itu dikeramatkan. Biasanya digunakan untuk kepentingan tirta suci. Kemudian selanjutnya dari jaba tengah terus masuk akan melalui Candi Kurung. Candi Kurung ini diduga dibuat sekitar abad 11 Masehi, jika dihubungkan dengan keberadaan Candi Kurung bersayap yang ada di Pura Sakenan. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Candi Kurung bersayap seperti ini ada di Jawa Timur peninggalan purbakala di Sendang Duwur dengan Candra Sengkala yaitu tanda tahun Caka dengan kalimat dalam bahasa Jawa Kuna sbb: Gunaning salira tirtha bayu, artinya menunjukkan angka tahun Caka 1483 atau tahun 1561 Masehi.
Image result for pura uluwatu
Candi Kurung Padu Raksa bersayap di Sendang Duwur sama dengan Candi Kurung Padu Raksa di Pura Luhur Uluwatu. Dengan demikian nampaknya lebih tepat kalau dikatakan bahwa Candi Kurung Padu Raksa di Pura Luhur Uluwatu dibuat pada zaman Dang Hyang Dwijendra yaitu abad XVI. Karena Dang Hyang Dwijendra-lah yang memperluas Pura Luhur Uluwatu. 
Setelah kita masuk ke jeroan (bagian dalam pura) kita menjumpai bangunan yang paling pokok yaitu Meru Tumpang Tiga tempat pemujaan Dewa Siwa Rudra. Bangunan yang lainnya adalah bangunan pelengkap saja seperti Tajuk tempat meletakkan upakara dan Balai Pawedaan tempat pandita memuja memimpin upacara. Upacara piodalan atau hari raya besar di Pura Uluwatu jatuh pada hari Kliwon, wuku medangsia.
Kisah Sejarah Pura Uluwatu diawali dengan pemberian wahyu kepada Dhangyang Dwijendra.
Related imageDikisahkan ketika pada suatu hari pada anggara kliwon wuku medangsia Dhangyang Dwijendra diberi wahyu dari Tuhan, supaya hari itu juga beliau harus pergi ke sorga. Pendeta Hindu asal Jawa Timur yang juga menjadi bhagawanta (pendeta kerajan) Gelgel pada masa keemasan Dalem Waturenggong sekitar 1460-1550, merasa bahagia karena saat yang dinanti-nantikannya telah tiba. Namun, pendeta yang juga memiliki nama Danghyang Nirartha itu masih menyimpan satu pusaka yang bakal diberikan kepada putranya. Di bawah ujung Pura Uluwatu, tampak seorang nelayan bernama Ki Pasek Nambangan. Danghyang Dwijendra meminta agar Ki Pasek Nambangan mau menyampikan kepada anaknya, Empu Mas di desa Mas bahwa Danghyang Dwijendra menaruh sebuah pusaka di Pura Luhur Uluwatu. Kemudian Ki Pasek Nambangan pun memberikan sebuah permintaan dari Dhangyang Nirarta. Kemudian Ki Pasek Nambangan akhirnya pergi, sementara Dhangyang Dwijendra melakukan tapa yoga semadi. Selanjutnya  Maha Resi pun akhirnya moksah (Pergi ke surga tanpa meninggalkan badan kasar) dengan cepat seperti sebuah kilat. KI Pasek nambangan hanya melihat sebuah cahaya ke angkasa.
Cerita sejarah Pura Uluwatu ini kemudian berkembang menjadi kepercayaan masyarakat setempat dan Hindu di Bali. Bahwa keberadaan Pura Uluwatu memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan beragama masyarakat Hindu di Bali.

KISAH CALONARANG

Image result for CALONARANG
(ilustrasi Walu Nateng Girah)

Petilasan calonarang yang hidup saat zaman Raja Airlangga masih bisa ditemui hingga saat ini (baca disini). Calonarang ini diceritakan sebagai sebagai seorang Walu (janda) yang menguasai ilmu hitam dan penganut aliran durga yang sakti dan jahat. Ia dijuluki “Walu Nateng Girah” (janda yang tinggal di Girah). Karena sangat jahat, warga menamainya Calonarang. Ia juga mempunyai banyak murid, yang semuanya adalah perempuan dan diantaranya ada empat murid yang ilmunya sudah tergolong tingkat senior antara lain : Nyi Larung, Nyi Lenda, Nyi Lendi, Nyi Sedaksa.

Kemarahan Calonarang menyebebkan grubug (wabah penyakit) di kerajaan Airlangga. Diceritakan rakyat Kerajaan Kediri disiang harinya yang ramai seperti biasanya. Tidak ada terasa hal-hal aneh atau pertanda aneh di siang hari tersebut. Kegiatan masyarakat berlangsung dari pagi sampai sore, bahkan sampai malam hari. Pada malam hari masyarakat yang senang matembang atau bernyanyi melakukan kegiatannya sampai malam. Demikian pula dengan seka gong latihan sampai malam di Balai Banjar. Suasananya nyaman, tentram, dan damai sangat terasa ketika itu.

Setelah tengah malam tiba, semua masyarakat telah beristirahat tidur. Suasananya menjadi gelap dan sunyi senyap, ditambah lagi pada  hari tersebut adalah hari Kajeng Kliwon. Suatu hari yang dianggap kramat bagi masyarakat. Masyarakat biasanya pantang pergi sampai larut malam pada hari Kajeng Kliwon. Karena hari tersebut dianggap sebagai hari yang angker. Sehingga penduduk tidak ada yang berani keluar sampai larut malam.

Ketika penduduk rakyat Kediri tertidur lelap di tengah malam, ketika itulah para murid atau sisya Ibu Calonarang yang sudah menjadi leak datang ke desa-desa wilayah pesisir Kerajan Kediri. Sinar beraneka warna bertebaran di angkasa. Desa-desa pesisir bagaikan dibakar dari angkasa. Ketika itu, penduduk desa sedang tidur lelap. Kemudian dengan kedatangan pasukan leak tersebut, tiba- tiba saja penduduk desa merasakan udara menjadi panas yang membuat tidur mereka menjadi gelisah. Para anak-anak yang gelisah, dan terdengar tangis para bayi di tengah malam. Lolongan anjing saling bersahutan seketika. Demikian pula suara goak atau burung gagak terdengar di tengah malam. Ketika itu sudah terasa ada yang aneh dan ganjil saat itu. Ditambah lagi dengan adanya bunyi kodok darat yang ramai, padahal ketika itu adalah musim kering. Demikian pula tokek pun ribut saling bersahutan seakan-akan memberitahukan sesuatu kepada penduduk desa. Mendengar dan mengalami suatu yang ganjil tersebut, masyarakat menjadi ketakutan, dan tidak ada yang berani keluar. 

Endih atau api jadi-jadian yang berjumlah banyak di angkasa kemudian turun menuju jalan-jalan dan rumah-rumah penduduk desa. Api sebesar sangkar ayam mendarat di perempatan jalan desa, dan diikuti oleh api kecil-kecil warna-warni. Setelah itu para leak yang tadinya terbang berwujud endih, kemudian setelah dibawah berubah wujud menjadi leak beraneka rupa, dan berkeliaran di jalan jalan desa. 

Para leak di malam itu telah menyebarkan penyakit grubug di desa-desa wilayah pesisir Kerajaan Kediri. Setelah beberapa hari mengalami kepanikan, kebingungan dan ketakutan, akhirnya para prajuru desa atau pengurus desa, para pengelingsir atau tetua dan para pemangku mengadakan pertemuan di salah satu balai banjar di desa Dirah. Pada intinya mereka membicarakan mangenai masalah atau penyakit grubug yang menyerang desa-desa pesisir Kerajan Kediri. Raja Kediri setelah mengetahui kejadian ini menjadi sangat murka. 

Image result for CALONARANG
(ilustrasi Patih Madri)
Diceritakan Ki Patih Madri sebagai utusan raja telah mengumpulkan tokoh masyarakat dan penduduk yang mempunyai ilmu kanuragan atau ilmu kewisesan. Mereka semua dikumpulkan di Istana dan diberikan pengarahan mengenai rencana penyerangan ke tempat Ratu Leak di Desa Dirah menggempur Calonarang di malam hari. 

Karena kesaktian Calonarang maka serangan dari pihak Kediri yang dipimpin Ki Patih Madri telah diketahui sebelumnya. Sehingga Calonarang dengan mudah mengalahkannya. Dengan kalahnya Patih Madri melawan Nyi Larung murid Calonarang, maka Raja Kediri sangat panik sehingga Raja Kediri memanggil seorang Bhagawanta (Rohaniawan Kerajaan) yaitu Pendeta Kerajaan Kediri yang bernama Empu Bharadah yang ditugaskan oleh Raja untuk mengatasi grubug sebagai ulah onar si Ratu Leak Calonarang.

Empu Bharadah lalu mengatur siasat dengan cara Empu Bahula putra Empu Bharadah, di tugaskan untuk mengawini Diah Ratna Mengali agar berhasil mencuri rahasia ilmu pengeleakan milik janda sakti itu. 

Empu Bahula berhasil mencuri buku lontar yang bertuliskan aksara Bali yang menguraikan tentang teknik-teknik pengeleakan. Setelah Ibu Calonarang mengetahui bahwa dirinya telah diperdaya oleh Empu Bharadah dengan memanfaatkan putranya Empu Bahula untuk pura-pura kawin dengan putrinya sehingga berhasil mencuri buku ilmu pengeleakan milik Calonarang. 

Ibu Calonarang sangat marah dan menantang Empu Bharadah untuk perang tanding pada malam hari di Setra Ganda Mayu yaitu sebuah kuburan yang sangat luas yang ada di Kerajan Kediri. Pertarungan pun terjadi dengan sangat seram dan dahsyat antara penguasa ilmu hitam yaitu Calonarang dibantu para sisya atau murid-murid dengan penguasa ilmu putih yaitu Empu Bharadah dibantu pasukan Balayuda Kediri, di Setra Ganda Mayu.

Image result for CALONARANG
(pertempuran Barong dan Rangda)


Pertempuran berlangsung sangat lama sehingga sampai pagi, dan karena ilmu hitam  mempunyai kekuatan hanya pada malam hari saja, maka setelah siang hari Ibu Calonarang akhirnya tidak kuat melawan Empu Bharadah. Calonarang terdesak dan sisyanya banyak yang tewas dalam pertempuran melawan Empu Bharadah dan Pasukan Balayuda Kediri. Calonarang tewas ketika ia berubah wujud menjadi garuda dan terkena bidikan senjata pusaka Jaga Satru oleh Empu Bharadah. Segera si garuda mengambil wujud kembali menjadi manusia sosok Calonarang. Ratu Leak Calonarang yang sakti mandra guna tidak berdaya dengan kesaktian senjata pusaka Jaga Satru Empu Bharadah. Dengan meninggalnya Ibu Calonarang maka bencana grubug (wabah) yang melanda Kerajaan Kediri bisa teratasi.
Pada waktu Ibu Calonarang masih hidup pernah menulis buku lontar Ilmu Pengleakan empat buah yaitu :

Lontar Cambra Berag, Lontar Sampian Emas, Lontar Tanting Emas, Lontar Jung Biru.

PURA LUHUR BATUKARU

sumber : youtube
=====================================================================

Pura Batukaru (Pura Luhur Batukaru) adalah sebuah tempat suci Hindu yang terletak tepat di lereng gunung Batukaru Bali, selain sebagai tempat untuk bersembahyang yang sangat di sucikan oleh masyarakat Hindu Bali. Pura Batukaru juga terkenal sebagai tempat wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Bagi anda yang sedang liburan di Bali, mungkin bisa mencoba merasakan suasana tenang, damai serta segarnya udara pegunungan dengan mengunjungi obyek wisata Pura Batukaru ini.
Image result for PURA BATUKARU
(utamaning mandala)
Kemungkinan besar nama Pura Batukaru diambil dari nama Gunung Batukaru itu sendiri. Pura Luhur Batukaru adalah selain sebagai tempat suci agama Hindu juga sebagai salah satu objek wisata yang sangat digemari oleh wisatawan yang ingin menikmati kesegaran dan kedamaian yang terdapat di kawasan Pura Batukaru ini, biasanya wisatawan akan mengunjungi pura Batukaru setelah/sebelum mereka mengunjungi tempat wisata sawah terasering Jatiluwih karena letak kedua objek wisata ini tidak terlalu jauh.Pura Batukaru terletak di Desa Wongaya Gede, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Kurang lebih 46 Kilometer dari kota Denpasar, lokasi Pura Luhur Batukaru terletak di bagian barat Pulau Bali di lereng selatan Gunung Batukaru.

Di kawasan Pura Batukaru ini kita tidak akan menjumpai toko-toko suvenir, warung ataupun artshop seperti tempat wisata lainnya sehingga di kawasan Pura Batukaru ini memang sebuah tempat yang jauh dari kebisingan dan kesuciannya selalu dijaga oleh masyarakat Bali. Wisatawan yang ingin mengunjungi Pura Luhur Batukaru ini harus menggunakan pakaian yang sopan agar kesucian pura tetap terjaga.
Pura Batukaru kemungkinan sebelumnya sudah dijadikan tempat pemujaan dan tempat bertapa oleh tokoh-tokoh spiritual di daerah Tabanan dan Bali pada umumnya. Pandangan tersebut didasarkan pada adanya penemuan sumber-sumber air dengan berbagai jenis arca Pancuran. Dari adanya sumber-sumber mata air tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah ini pernah dijadikan tempat untuk bertapa bagi para pertapa (Wanaprastin) untuk mencari kedamaian hidupnya.

Pura Luhur Batukaru Temple, Bali - Indonesia
Pura Batukaru (Watukaru)


Sejarah Pura Luhur Batukaru

Informasi tentang sejarah Pura Luhur Batukaru ini sangat minim dan belum diketahui pasti siapa pendiri dan kapan berdiri nya, tetapi Pura Batukaru ini termasuk di dalam salah satu dari enam pura utama (Sad Kahyangan) di pulau Bali seperti yang disebutkan di dalam Lontar Kusuma Dewa.
Pura Luhur Batukaru sudah ada pada abad ke-11 Masehi, sezaman dengan Pura BesakihPura Lempuyang LuhurPura Goa LawahPura Luhur Uluwatu, dan Pura Pusering Jagat. Penggagas pembentukan dari Sad Kahyangan adalah Mpu Kuturan.
Setelah keberadaan Pura Batukaru pada abad ke-11 tersebut kita tidak mendapat keterangan dengan jelas bagaimana keadaan pura tersebut. Baru pada tahun 1605 Masehi ada keterangan dari kitab Babad Buleleng. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa Pura Luhur Batukaru pada tahun tersebut di atas dirusak oleh Raja Buleleng yang bernama Ki Gusti Ngurah Panji Sakti.
Dalam kitab babad tersebut diceritakan bahwa Kerajaan Buleleng sudah sangat aman dan tidak ada lagi musuh yang berani menyerangnya. Sang Raja ingin memperluas wilayahnya ke daerah Tabanan. Raja Ki Gusti Ngurah Panji Sakti dalam perjalanan menuju ke Tabanan bertemu dengan daerah Batukaru yang merupakan wilayah daerah Kerajaan Tabanan.
Ki Gusti Ngurah Panji Sakti bersama prajuritnya kemudian merusak Pura Luhur Batukaru tersebut, ketika Ki Panji Sakti dan prajuritnya merusak Pura Batukaru tiba-tiba datang ribuan tawon yang ganas menyerang dan menyengat mereka. Ki Panji Sakti beserta prajuritnya diserang habis-habisan oleh tawon yang ganas itu, kemudian Ki Panji Sakti dan prajurit nya mundur dan membatalkan niatnya untuk menyerang kerajaan Tabanan. Berkat ulah Ki Panji Sakti dan prajuritnya tersebut maka bangunan pelinggih Pura Batukaru rusak total dan tinggal puing-puing saja.
Baru kemudian pada tahun 1959 Pura Luhur Batukaru mendapat perbaikan sehingga bentuknya seperti sekarang ini. Pada tahun 1977 secara bertahap barulah ada perhatian dan bantuan dari pemerintah daerah dan sampai sekarang keadaan dan kondisi Pura Batukaru sudah semakin baik.
Di Pura Luhur Batukaru ini selain terdapat bangunan utama, di sebelah timur nya juga terdapat sumber mata air yang terdiri atas dua bagian yaitu bagian yang berlokasi di dalam pura (jeroan) yang dipergunakan khusus untuk memohon air suci (tirtha) untuk keperluan upacara dan bagian yang kedua adalah untuk kepentingan mandi dan cuci muka sebagai pembersihan diri sebelum melakukan persembahyangan.
Di pura ini Dr. R. Goris, seorang ahli ilmu arkeologi, pernah mengadakan penelitian pada tahun 1928. Goris banyak menjumpai patung-patung yang jenisnya serupa dengan patung yang terdapat di Pura Goa Gajah yaitu patung yang mengeluarkan pancuran air dari pusarnya. Bedanya patung yang terdapat di Goa Gajah itu dalam posisi berdiri, sedangkan yang di Pura Batukaru dalam posisi duduk bersila.
Menurut Goris, patung yang terdapat di Batukaru sejaman dengan patung yang terdapat di Pura Goa Gajah.Bangunan suci (Pelinggih) utama di Pura Batukaru adalah berbentuk Candi bukan Meru seperti kebanyakan pura yang ada di Bali. Ini sangat jelas dipengaruhi oleh arsitektur Jawa Timur dan India.

Upacara Piodalan Pura Batukaru

Pujawali atau Upacara piodalan di pura ini jatuh setiap 210 hari sekali yaitu pada hari Kamis, Wuku Dungulan (kalender Bali), satu hari setelah hari raya Galungan. Suatu hal yang unik di Pura Luhur Batukaru adalah pada saat proses upacara dilakukan dan upacara besar lainnya tidak pernah dipimpin oleh Pendeta/Pedanda. Upacara hanya dipimpin oleh Pemangku yang disebut Jero Kubayan.
Bagi mereka yang ingin sembahyang ke Pura Luhur Batukaru sangat direkomendasikan terlebih dahulu untuk bersembahyang di Pura Jero Taksu. Pura Jero Taksu terletak agak jauh dari Pura Batukaru.Tujuan persembahyangan di Pura Jero Taksu adalah untuk memohon agar proses sembahyang yang akan dilakukan nanti di Pura Luhur Batukaru akan mendapatkan keberhasilan dan tanpa rintangan.
Pura Taksu ini merupakan bagian dari Pura Luhur Batukaru. Setelah itu barulah kemudian menuju ke pancuran dari mata air yang letaknya di bagian tenggara dari pura utama namun tetap berada dalam areal Pura Batukaru.
Pancuran dari mata air ini adalah bertujuan untuk menyucikan diri kita dengan berkumur, cuci muka dan cuci kaki, kemudian dilanjutkan dengan bersembahyang di Pelinggih yang ada di mata air tersebut sebagai tanda penyucian lahir batin (Skala dan Niskala) sebagai syarat utama agar pemujaan dapat dilakukan dengan jasmani dan rohani yang bersih dan suci.
Pura Luhur Batukaru adalah pura sebagai tempat memuja Tuhan dalam manifestasi-NYA sebagai Dewa Mahadewa. Karena fungsinya untuk memuja Tuhan sebagai Dewa yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dengan mempergunakan air secara benar, maka di Pura Batukaru ini disebut sebagai pemujaan Tuhan sebagai Ratu Hyang Tumuwuh (sebutan Tuhan sebagai yang menumbuhkan).
Pura Batukaru juga adalah sebagai Pura Padma Bhuwana yaitu sembilan pura yang terdapat di sembilan penjuru Pulau Bali. Pura Padma Bhuwana sebagai lambang pemujaan Tuhan yang ada di mana-mana di sembilan penjuru alam semesta. Tidak ada bagian alam semesta ini tanpa kehadiran Tuhan. Keberadaan Tuhan seperti itulah yang diekspresikan di sembilan pura di Pulau Bali.

PURA PUCAK TERATAI BANG

sumber : youtube
=======================================================================

Pura Pucak Terate Bang, terletak di desa Candi Kuning, Baturuti, Tabanan - Bali. Berada dalam satu areal dengan objek wisata Kebun Raya Bedugul, berada pada dataran tinggi yang dinamakan bukit Tapak, menyebabkan cuaca di sini berhawa sejuk, dan pada musim-musim tertentu berhawa dingin, menuju ke lokasi anda disuguhi pemandangan kebun indah tertata rapi dan hutan tropis. Di areal pura terdapat sumber mata air panas dengan bau belerang yang sangat menyengat, diyakini munculnya sumber mata air ini karena kekuatan dewa Agni yang menciptakan kekuatan api dan bersatana di pura ini, sumber air rasanya asam yang menandakan adanya energi kemakmuran, apalagi untuk para pengusaha ataupun pedagang.

Image result for sejarah pura terate bangBerdirinya Pura Pucak Terate Bang berkaitan erat dengan perjalanan spiritual Ida Maharsi Madura di kawasan Danau Beratan. Beliau mendirikan tempat tinggal sekaligus dijadikan sebuah pasraman di tempat ini, menuntun dan mengajarkan para pengikutnya agar bisa mengarungi kehidupan di pulau Bali. Beliau berperan sebagai guru besar pasraman agung, pasraman ini difungsikan sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan, selain juga sebagai tempat menempa ilmu kedigjayaan atau olah kanuragan untuk bisa mempertahankan hidup. Tempat pertapaan beliau sekarang ini dikenal sebagai Pura Puncak Terate Bang.
Ida Rsi Madura, memuja Dewa Brahma dengan sakti Dewi Saraswati yang dikenal sebagai dewi ilmu pengetahuan. Sesuai tempat/linggih berbentuk teratai merah maka dalam bahasa Bali dinamakan Terate Bang. Kemudian Ida Rsi Madura juga menamakan tempat tinggal beliau dengan nama Terate Bang. Sehingga pura pucak ini dibangun untuk pemujaan kepada manisfestasi tuhan sebagai Dewa Brahma dan juga Dewi saraswati sebagi dewinya ilmu pengetahuan.  Sebagai tempat pemujaan dewa Brahma yang berhubungan dengan warna merah, maka atribut di sini didominasi warna merah.
Dalam mengajarkan ilmu pengetahuan serta ilmu kedigjayaan, Ida Rsi Madura ditemani juga oleh para mpu yang mampu membuat keris mempuni, keahlian membuat senjata inipun diajarkan kepada pengikutnya. dari keturunan inilah suatu saat nantinya dikenal sebagai soroh warga Pande. Pura Teratai Bang yang difungsikan sebagai pemujaan Brahma dan juga merupakan dewanya soroh Pande di Bali, maka pura ini dijadikan salah satu napak tilas warga pande.
Pujawali di pura ini pada jatuh pada Sabtu Kliwon Wuku Landep, ada sesuatu yang unik dalam pelaksanaan upacaranya, seperti dalam upacara ngenteg linggih ataupun dalam piodalan, sesuai dresta menggunakan beberapa binatang berkaki empat, namun tidak demikian di sini, tidak digunakannya bintaang berkaki empat yang digunakan adalah binatang berkaki dua seperti kokokan, kukur dan ayam. Pemuput karya hanya dilakukan sampai di tingkat pemangku tidak menggunakan pedanda.
Melihat lokasi dari pura ini, hampir kebanyakan pura di Bali, yang bisa kita temukan sekarang ini tempatnya dikawasan yang sepi seperti pegunungan dan pantai, sehingga suasana menjadi lebih, tenang, damai sakral dan lebih memiliki aura magis. Seperti juga halnya Pura Terate Bang terletak di pucak bukit Tapak, lokasinya memasuki areal objek wisata sehingga terkesan beda dan menambah keasriannya. 



Tirta Mancawarna
Dari sisi penataan, sebagaimana umumnya pura di Bali terdiri atas Tri Mandala yakni Utama Mandala (jeroan), Madya Mandala (jaba tengah) dan Kanista Mandala (jaba sisi). Utama mandala merupakan wilayah yang sangat disakralkan dan hanya berhubungan dengan rohani dan upacara suci.
Pura Terate Bang Kebun Raya Bedugul
Ada empat bangunan suci yakni Pelinggih Gedong sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Brahma atau Agni, PadmasanaPiyasan dan Bale Penegtegan. Di sebelah barat jeroan terdapat Pelinggih Siwa (Ida Ratu Lingsir). Serta adanya Pelinggih Saka Pat Sari dan genah toya Panca Maha Merta Mancawarna.
Di sebelah timur laut jeroan terdapat Pelinggih Beji dan beberapa pelinggih lainnya. Pelinggih Siwa dan Pura Beji masih berkaitan langsung dengan Pura Luhur Pucak Terate Bang. Air suci untuk tirta diambil dari beji terletak di bagian timur laut pura ini. Sedangkan di sebelah barat laut terdapat beji dengan air belerang sebanyak lima tempat yang disebut Maha Mertha Mancawarna.
Di bawah tempat tirta itu, terdapat pelinggih Padmasana tempat memuja Siwa. Air tirta belerang itulah yang biasanya dimohon oleh umat khususnya para praktisi pengobatan sebagai obat. Keberadaan tirta ini tampaknya sangat populer bagi masyarakat Bedugul. Bukan hanya itu, umat dari berbagai tempat di Bali kerap nunas tirta di tempat ini.
Diyakini tirta ini memberikan efek kesembuhan dan sebagai penyucian diri dari segala kekotoran. Dengan memohon tirta di tempat ini, kondisi badan yang sehat dan baik akan sangat sempurna untuk melaksanakan sembah sujud ke hadapan Dewa Brahma sebagai pencipta dan pemberi berkah bagi kehidupan manusia.
Pralingga yang terdapat di pura ini berupa simbol naga serta mempunyai pajenengan seperti tombak yang berujung dua. Busana pura ini lebih banyak dibalut dengan warga merah sebagai simbol memuja Dewa Agni atau Brahma di atas lotus.
Tanpa Binatang Berkaki Empat
Ada yang unik dari tata upacara keagamaan di pura ini. Piodalan di pura ini jatuh pada Sabtu Kliwon Wuku Landep. Penggunaan binatang berkaki empat tidak diperbolehkan dipakai di pura ini. Jika ada upacara besar seperti ngenteg linggih dan karya piodalan jelih, maka upacara yang semestinya menggunakan binatang berkaki empat, sesuai dengan dresta yang berlaku diganti dengan binatang berkaki dua.
Contohnya babi butuan diganti dengan kokokansapi diganti dengan kukurkerbau diganti dengan bebek selemanjing diganti dengan bebek belang kalung dan kambing diganti dengan ayam klau gringsing. Sementara dalam pekasanaan upacara dipimpin oleh seorang pemangku tanpa menggunakan pedanda.


Pangemong pura ini adalah Banjar Adat Bukit Catu, yang dibina dan diayomi langsung oleh puri. Sementara pangenceng-nya adalah Puri Marga Tabanan. Jika ada piodalan di Pura Penataran Beratan, di Danau Beratan, biasanya sepuluh pura pengider tedun ke sana, tetapi Batara Terate Bang tidak turun ke sana, namun dari Pura Beratan ada aturan ke Pura Terate Bang.

PURI DI BALI

Puri di pulau Bali adalah nama sebutan untuk tempat tinggal bangsawan Bali, khususnya mereka yang masih merupakan keluarga dekat dari raja-raja Bali. Berdasarkan sistem pembagian triwangsa atau kasta, maka puri ditempati oleh bangsawan berwangsa ksatria.
Puri-puri di Bali dipimpin oleh seorang keturunan raja, yang umumnya dipilih oleh lembaga kekerabatan puri. Pemimpin puri yang umumnya sekaligus pemimpin lembaga kekerabatan puri, biasanya disebut sebagai Penglingsir atau Pemucuk. Para keturunan raja tersebut dapat dikenali melalui gelar yang ada pada nama mereka, misalnya Ida I Dewa Agung, I Gusti Ngurah Agung, Cokorda, Anak Agung Ngurah, Ratu Agung, Ratu Bagus dan lain-lain untuk pria; serta Ida I Dewa Agung Istri, Dewa Ayu, Cokorda Istri, Anak Agung Istri, dan lain-lain untuk wanita.
Secara etimologis, kata puri sesungguhnya berasal dari akhiran bahasa Sanskerta (-pur, -puri, -pura, -puram, -pore), yang artinya adalah kota, kota berbenteng, atau kota dengan menara atau istana. Dalam perkembangan pemakaiannya di Bali, istilah "Pura" menjadi khusus untuk tempat pemujaan tuhan; sedangkan istilah "Puri" menjadi khusus untuk tempat tinggal para raja dan bangsawan. Saat ini kata puri dapat dipadankan dengan kata keraton atau kata pura dalam Bahasa Jawa, misalkan Pura Mangkunagaran. Beberapa puri dahulunya juga berperan sebagai benteng strategis untuk pertahanan kerajaan.
Daerah atau wilayah kekuasaan puri-puri di Bali zaman dahulu, tidak berbeda jauh dengan wilayah administratif pemerintahan kabupaten dan kota di Provinsi Bali. Setelah Kerajaan Gelgel mulai terpecah pada pertengahan abad ke-18, terdapat beberapa kerajaan, yaitu Badung (termasuk Denpasar), MengwiTabananGianyarKarangasemKlungkungBulelengBangli dan Jembrana. Persaingan antardinasti dan antaranggota dinasti pada akhirnya menyebabkan Belanda dapat menguasai Bali dengan tuntas pada awal abad ke-20.[3]
Setelah masa kolonial Belanda, Jepang dan masa kemerdekaan Indonesia, kekuasaan puri berubah menjadi lebih bersifat simbolis. Peranan berbagai puri di Bali umumnya masih tinggi sebagai panutan terhadap berbagai pelaksanaan aktivitas adat dan ritual Agama Hindu Dharma oleh masyarakat banyak.

Daftar puri dan penglingsirnya

Denpasar & Badung

  • Puri Agung Denpasar (Puri Satria): Ida Cokorda Ngurah Jambe Pemecutan, SH (Ida Cokorda Denpasar IX)
  • Catur Agung "Puri Agung Denpasar":
  1. Puri Ukiran Pemecutan
  2. Puri Kaleran Kawan
  3. Puri Tegal Jematang
  4. Puri Oka
  • Puri Dangin
  • Puri Batur
  • Puri Belaluan Titih
  • Puri Tegeh Titih: A.A. Putu Oka Wijaya
  • Puri Jambe
  • Puri Agung Pemecutan: A.A. Ngurah Manik Parasara (Ida Cokorde Pemecutan XI)
  • Puri Agung Kesiman: A.A. Ngr Gede Kusuma Wardhana
  • Puri Jero Kuta: Dr. A.A. Ngr Silop
  • Puri Sibang (Abiansemal): A.A. Ngr Oka Suralaga
  • Puri Ngurah Sibangkaja: I Gst Ngr Ag Watusila
  • Puri Agung Pohmanis (Ksatria Sukahet): Dr. Ida I Dewa Made Tjandranegara

Mengwi

  • Puri Agung Mengwi: Anak Agung Gede Agung
  • Puri Gede Abiansemal
  • Puri Anyar
  • Puri Gerana Selat
  • Puri Mayun
  • Puri Kapal Muncan: Anak Agung Gde Muncana
  • Puri Kapal Kaleran: Anak Agung Ngurah Agung
  • Puri Kamasan (Sibang), (Sempidi)
  • Puri Banyuning (Bongkasa)
  • Jero Gelgel di Mengwitani (Arya Kenceng Tegeh Kori): I Gusti Ngurah Agung Made Suardita (Agung Leo)
  • Puri Gede Pupuan di Pupuan, Mengwitani (Anglurah Mengwi, pendiri Kerajaan Mengwi): Anak Agung Ngurah Maruta

Tabanan

  • Puri Agung Tabanan: Ida Cokorda Anglurah Tabanan XXIV (sebelum mabiseka bernama I Gusti Ngurah Rupawan).
  • Puri Dangin Tabanan: I Gusti Ngurah Agung
  • Puri Denpasar: I Gusti Ngurah Raka.
  • Puri Kaleran: I Gusti Ngurah Gede Agung.
  • Puri Anom Tabanan: I Gusti Ngurah Raka Wiratma
  • Puri Anyar Tabanan: I Gusti Ngurah Bagus
  • Puri Gede Kerambitan: I Gst Ngr Ketut Dharma Putra, (penyeledi Anglurah Kurambitan)
  • Puri Anyar Kerambitan: A.A. Ngr Rai Giri Gunadi
  • Puri Samsam Tabanan (Ksatria Sukahet)
  • Puri Kediri:I Gusti Ngurah Oka
  • Jero Subamia: I Gusti Gede Putra Wirasana
  • Jero Jambe Mergan:I Gusti Agung Putu Sudiarta
  • Puri Agung Marga: I Gusti Ngurah Darma Putra
  • Puri Oka Marga: Anak Agung Alit Dutasana
  • Puri Taman Marga: I Gusti Ngurah
  • Puri Agung Perean: Anak Agung Alit Badjra
  • Puri Gede Belayu: I Gusti Ngurah
  • Jero Kukuh Denbantas: I Gusti Ag Putu Sudjana

Gianyar

  • Puri Agung Payangan: Tjokorda Gde Agung
  • Puri Agung Gianyar: Dr. Ida A.A. Gede Agung
  • Puri Agung Ubud (Puri Saren): Cokorda Gde Agung Suyasa
  • Puri Agung Peliatan: Cokorda Gde Putra Nindia (perwakilan semeton tengah)
  • Puri Keramas: A.A. Raka Mundra
  • Puri Medahan
  • Puri Agung Sukawati: A.A. Gede Oka
  • Puri Agung Singapadu: Cokorda Gde Putra Kaya Trisna
  • Puri Agung TegalTamu: I Gusti Ngurah Pertu Agung
  • Puri Agung Negara: Tjokorda Gde Atmaja
  • Puri Kaleran Negara: A.A. Gede Putra Negara
  • Puri Agung Lebih
  • Puri Kedisan Tegallalang: I Gusti Ngurah Pulaki
  • Puri Pejeng: Cokorda Gede Putra Dalem Pemayun (Puri Agung Pejeng)
  • Puri Agung Blahbatuh: Tjokorda Anom Oka
  • Puri Ageng Blahbatuh: I Gusti Ngurah Djelantik
  • Jero Karang Kasap: I Gusti Ngurah Made Utama
  • Puri Saren Kangin Tegallalang: Tjokorda Gde Agung
  • Puri Saren Kauh Tegallalang: A.A. Gde Oka Gambir
  • Puri Kelodan Tegallalang: A.A. Gde Raka Partha
  • Puri Ageng Bitera
  • Puri Ageng Abianbase: A.A. Gde Raka Piyadnya
  • Puri Ageng Tulikup
  • Puri Ageng Batuan
  • Puri Ageng Siangan: A.A. Gde Ngurah Mataram
  • Puri Ageng Beng
  • Puri Ageng Serongga
  • Puri Wanayu
  • Puri Bedulu
  • Puri Agung Batuyang: Tjokorda Ratu Malya (Puri Agung Saren Kaja)

Karangasem

  • Puri Agung Karangasem: A.A. Gde Putra Agung
  • Puri Kelodan: I Gusti Agung Putu Agung
  • Puri Kaleran: A.A. Arya Mataram
  • Puri Kanginan
  • Puri Kauhan: Ratu Agung Krishna Bagoes Oka
  • Puri Batu Aya: Ida I Dewa Gede Batuaya
  • Puri Celuk Negara: I Gusti Agung Ngurah Agung
  • Puri Kaler Kauh: Dr. I Gusti Bagus Ngurah

Klungkung

  • Puri Agung Klungkung: Cokorda Rai (Ida Dalem Semaraputra)
  • Puri Anyar Klungkung: Anak Agung Gde Indra Putra Dalem
  • Puri Nyalian: Anak Agung Gde Rai
  • Puri Kanginan : Ida Anak Agung Oka Wisnu
  • Puri Kaler kangin: Ida Anak Agung Gde Rai Sri Budaya
  • puri Kelodan: Ida Anak Agung Cakra
  • Puri Kusamba: Ida Anak Agung Gde Mayun Saren
  • Puri Denbencingah: Ida I Dewa Pengleingsir Agung Putra Sukahet
  • Puri Kaleran Kusamba: Ida Anak Agung Gde Mayun
  • Puri Kawan: Anak Agung Gede Baliputra

Buleleng

  • Puri Manggala Lovina: Anak Agung Ngurah Ugrasena
  • Puri Anyar Sukasada: A.A. Ngr Yudana,
  • Puri Kanginan Singaraja: A.A. Ngr Parwatha Pandji
  • Puri Bangkang: A.A. Sugandi
  • Puri Tukad Mungga: A.A. Ngr Mudipta
  • Puri Ayodya (Kalibukbuk): A.A. Ngr Sentanu
  • Puri Blahbatuh: A.A. Ngr Jlantik
  • Puri Sukasada: I Gusti Nyoman Raka, (I Gusti Ngurah Komang Parmadi adalah keturunan beliau dan sekarang tinggal di Abian Puri Sukasada)

Bangli

  • Puri Bangli: A.A. Ngurah Agung

Jembrana

  • Puri Bakungan (1400-1450 M): Ki Ageng Malele Cengkrong atau Sri Ageng Malele Cengkrong bergelar I Gusti Ngurah Bakungan (putung), parhyangan suci di Pura Candi Bakungan disungsun oleh keluarga Puri Pancoran
  • Puri Pacangakan (1400-1450 M): Ki Ageng Mekel Bang bergelar I Gusti Ngurah Pacangakan (putung), parhyangan suci di Pura Ageng Pacangakan disungsun oleh keluarga Puri Pancoran
  • Puri Pancoran (1470 M): Ki Ageng Malelo Bang bergelar I Gusti Ngurah Pancoran
  • Puri Agung Negara: Anak Agung Gde Agung Sutedja
  • Puri Pacekan: I gusti agung gede pacekan