TARI Joged di Bali merupakan salah satu bentuk kesenian warisan seniman jaman dulu. Para tokoh seniman joged yang sekarang berpendapat, kesenian itu telah ada sejak jaman dulu dan bukan merupakan hal haru.
Tari joged tersebut yang oleh beberapa tokohnya menyamakan dengan “dangdut” yang cukup populer sekarang. hanya saja tari joged sudah tergolong kesenian tradisional dan dangdut merupakan bentuk kesenian modern. Selain itu dangdut pakai sepatu tapi joged tanpa sandal.
Namun pada hekekatnya. kedua bentuk kesenian tersebut dapat disejajarkan. terutama dilihat dari penampilan geraknya baik tangan, kaki. pinggul dan pantat.
Hanya saja perbedaan yang lebih menonjol, adalah lagu pengiringnya. dimana tari joged diiringi dengan suara lagu dari gong dengan berbagai kreasinya sedangkan dangdut diiringi dengan instrumen baru yang harganya cukup mahal. Dalam tari joged peranan seruling menghidupkan suasana dengan alunan suaranya. tetapi kalau dalam dangdut dengan melodinya.
Kedua bentuk kesenian itu menggugah semangat kaum pemuda dan remaja dan masing-masing mempunyai citra pelakunya.
Kalau menonton orang sedang berdangdut spontan timbul penilaian bahwa orang tersebut bermental tinggi dan.pasti lincah. demikian pula didalam joged.
Tapi itu cukup sulit, karenanya tidak semua orang yang bisa menampilkan dirinya sebagai penari joged. Bagi wanita yang tidak mau disebut genit maka tidak bersedia sebagai penari joged. Lain halnya dengan bentuk-bentuk tari lainnya seperti tari margapati. Tamulilingan. Baris dan Legong.
Sebenarnya. tari joged itu bukan berdasarkan genit, tetapi penampilan seni dibuat sedemikian rupa untuk melengkapi atau memperkaya bentuk-bentuk kesenian berarti menggambarkan, sifat-sifat manusia dalam pergaulan kepemudaan dan keremajaannya.
Terlepas dari citra genit dan kalem dalam dunia seni tersebut. yang perlu ditinjau disini ,adalah bahwa semua kesenian di Bali dalam bentuk apa saja ikut mengangkat nama Bali sebagai Pulau yang kaya kesenian dan kebudayaan. Dengan itu pula Bali terkenal diseluruh penjuru dunia.
Tari joged ini banyak diperlukan oleh tamu-tamu asing dan domestik baik itu tamu kelas rendah maupun tamu kelas tinggi.
Salah satu contoh tari joged yang ditonjolkon disini adalah tari joged dari Banjar Kedampal Desa Abiansemal. yang juga, banyak memberikan andil dalam promosi Bali sebagai obyek wisata inceran dunia.
Kesenian joged di Banjar Kedampal itu dikoordinir oleh suatu organisasi Banjar dengan 37 orang anggota. Ketut Ramayana juru arah organisasi atau sekehe joged tersebut menjelaskan,bahwa penarinya harus cantik dan masih gadis.
Gadis penari joged tersebut mulai umur I5 sampai 20 tahun. Selama lima tahun penari itu dijaga ketat oleh peraturan-peraturan yang dibuat oleh organisasi banjar. Peraturan pembatas tersebut berbunyi “bila penari joged itu kawin sebelum mencapai lima tahun aktif sebagai penari, maka didenda Rp.50.000”.
Setelah mencapai lima tahun para penari itu boleh melepaskan diri dari ikatan organisasi banjar, tetapi harus pula mendidik calon penggantinya. Setiap lima tahun organisasi joged ini memerlukan enam orang penari. Jadi satu periode dalam lima tahun merupakan Rencana Pergantian penari joged secara rutin.
Komersil
Sebelum tumbuhnya pembangunan kepariwisataan di Bali, tari joged itu dipentaskan untuk hiburan-hiburan semata dan juga komersil disekitar masyarakat Bali sendiri.
Masyarakat yang berkaul sering pula mengundang tari joged dan oleh karena masyarakat di Bali sangat percaya kepada kaul-kaul itu maka tari joged dan tari lainnya laris. Tentunya dengan segala biaya makan, minum dan ongkos angkutan serta penarinya.
Setelah berkembang pembangunan Perhotelan atau kepariwisataan di Bali ini maka pengomersilan tari joged telah sampai ke hotel-hotel untuk memberikan santapan rohani bagi wisatawan.
Joged dari Banjar Kedampal ini malahan dikontrak oleh sebuah hotel di Kuta setiap dua minggu sekali dengan biaya Rp.30.000.- setiap kali pementosan ditanggung transport, makanan dan minuman.
Disamping dikontrak oleh sebuah hotel dalam waktu yang tertentu, ia juga sempat menari di tempat lain sehingga rata-rata dalam sebulan mencapai 11 kali pementasan.
Para penari yang banyak mempunyai saingan lainnya, maka organisasi banjar. Kedampal secara kontinyu me ngadakan latihan kepada penari-penarinya walaupun sudah biasa.
Bentuk badan terpelihara, tangan dan jari-iari tangannya supaya lemas, sehingga tidak diberikan mengambil pekerjaan berat.
Dengan demikian kwalitas gadis sebagai penari joged khususnya di Banjar Kedampal ini cukup baik karena perawatan dan kontinyuitas latihannya.
Pakaian para penari tersebut ditanggung oleh organisasi Banjar yang harganya rata-rata Rp.45.000 per seorang penari. Pakaian tersebut dipakai selama dua tahun. Sedangkan alat lainnya adalah gamelan yang saat itu mencapai harga Rp. 125.000,- yang bisa dipakai selama 7 tahun, karena sebagian besar terbuat dari bambu.
Tari joged di Banjar Kedampal waktu juga sempat menghibur mahasiswa PAAP Bandung di Qween Hotel Denpasar yang membuat penonton keranjingan untuk ngibing dengan goyangan pinggul terpadu antara yang tradisional dan modern.
Ni Made Mawartini |
Ni Made Sulastri |
Luesnya, pengibing asal Bandung yang latar belakang pengetahuan goyang pantatnya dan disko atau dangdut itu mencoba mengimbongi gerakan tari joged sehingga goyangan pinggulnya kacau, namun demikian pada saat yang sedemikian itu penari joged berusaha menyesesuaikan dirinya dalam gerakan.
No comments:
Post a Comment