Adanya Pura Bukit Sari di hutan pohon pala Desa Sangeh Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung ini diceritakan secara mitologis dalam Lontar Babad Mengwi. Diceritakan putri Ida Bhatara di Gunung Agung berkeinginan untuk disungsung di Kerajaan Mengwi. Atas kehendak beliau maka hutan pala yang ada di Gunung Agung tempat putri Ida Bhatara Gunung Agung bermukim pindah secara misterius pada waktu malam. Perjalanan belum sampai di Kerajaan Mengwi, keadaan sudah siang dan telanjur ada yang mengetahui perjalanan tersebut. Hal ini konon yang menyebabkan hutan pala tersebut tidak bisa berjalan lagi menuju Mengwi dan berhenti di Desa Sangeh sekarang. Konon putra angkat Raja Mengwi yang pertama I Gusti Agung Putu yang bergelar Cokorda Sakti Blambangan menemukan bekas bangunan pelinggih.
Putra angkat Raja Mengwi tersebut bernama Anak Agung Ketut Karangasem. Atas penemuan tersebut Cokorda Sakti Blambangan memerintahkan untuk membangun kembali pura tersebut dan diberi nama Pura Bukit Sari. Yang dipuja di pura tersebut adalah Ida Bhatara Gunung Agung dan Bhatari Melanting. Pura Besakih di lereng Gunung Agung itu tergolong Pura Purusa atau sebagai jiwa dari Pulau Bali.
Di Gunung Agung-lah berbagai nilai suci ajaran Weda divisualkan dalam wujud bangunan suci. Berbagai gagasan hidup untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera lahir batin di bumi ini divisualkan dalam wujud bangunan suci dan ritual sakral di Pura Besakih. Sedangkan pemujaan pada Ida Bhatari Melanting dalam tradisi Hindu di Bali sebagai Dewa Pasar.
Menurut Prof Dr. I Made Titib, Ph.D., Bhatari Melanting itu tiada lain sebutan untuk Dewi Laksmi bagi umat Hindu di Bali. Dewi Laksmi adalah Dewi Kemakmuran dalam sistem pantheon Hindu. Pemujaan Ida Bhatara Gunung Agung dan Bhatari Melanting di Pura Bukit Sari di Desa Sangeh ini adalah bertujuan memuja Tuhan untuk mendapatkan tuntunan spiritual dalam mengembangkan hidup yang penuh dengan gagasan-gagasan kehidupan yang mulia serta untuk membangun kehidupan yang makmur secara ekonomi.
Ini berarti pemujaan pada Tuhan di Pura Bukit Sari itu menanamkan gagasan keseimbangan hidup antara membangun gagasan hidup dengan nilai spiritual dalam mewujudkan kemakmuran ekonomi. Memang pada kenyataannya kemakmuran ekonomi justru akan menjadi bumerang untuk mendorong pengumbaran hawa nafsu kalau tidak dikendalikan oleh gagasan-gagasan hidup di bidang spiritual.
Kalau dua aspek kehidupan tersebut diwujudkan secara seimbang maka akan terbentuklah manusia dan masyarakat yang seimbang lahir batin. Kalau manusia dan masyarakat yang demikian itu menghuni bumi ini, maka bumi ini akan menjadi wadah kehidupan yang aman, damai dan sejahtra.Di Pura Bukit Sari ini terdapat tidak kurang dari 36 bangunan suci. Ada palinggih utama dan ada pelengkap. Ada Pelinggih Padmasari penyawangan Ulun Danu Beratan. Ada dua Padmasari sebagai Pelinggih Ratu Puncak Kangin dan Ratu Puncak Kauh. Kemungkinan pelinggih ini untuk penyawangan ke Gunung Agung dan ke Pura Batur atau Ratu Bhatari Melanting. Ada Pelinggih Meru Tumpang Sembilan. Ada Pelinggih Padmasana sebagai pemujaan Bhatara Sada Siwa. Ada empat Padmasari lagi masing-masing sebagai pemujaan Pucak Batur, sebagai Pelinggih Ratu Entap, Ratu Manik Galih dan Bhatara Wisnu.
Pemujaan Tuhan dalam berbagai fungsi ini umumnya mengarah pada pemujaan Tuhan sebagai Dewa Kemakmuran. Ada Pelinggih Bale Paselang. Pelinggih ini umumnya digunakan untuk upacara Pedanaan yang menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan. Di pelinggih ini dilukiskan secara ritual sakral hubungan bakti manusia kepada Tuhan dan anugerah Tuhan yang di Bali disebut sweca.
Di Pelinggih Paselang inilah dilukiskan bahwa hanya manusia yang sungguh-sungguh bakti pada Tuhan akan mendapatkan sweca atau anugerah dari Tuhan berupa raksanam atau rasa aman dan damai serta dhanam artinya hidup sejahtera. Ini artinya pelinggih yang disebut Bale Paselang ini memotivasi umat Hindu agar jangan hanya memohon wara nugraha Hyang Widhi tanpa melakukan bakti dan pelayanan pada sesama dan menyayangi isi alam ini.
Dengan bakti yang benar manusia dapat membangun struktur diri agar menjadi wadah pengejawantahan kesucian Atman dalam wujud perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bakti manusia dapat menghindarkan diri sebagai wadah pengumbaran hawa nafsu.