PURA WATU KLOTOK

Image result for pura watu klotok

Sejarah Pura Watu Klotok

Sejarah pendirian Pura Watu Klotok yang diceritakan dalam Lontar Dewa Purana Bangsul yang menceritakan tentang perjalanan suci Mpu Kuturan ke Bali pada abad ke-10 masehi. Dalam Lontar Dewa Purana Bangsul berbunyi “Beliau Hyang Raja Kertha, datang ke pinggir laut tenggara yang diberi nama Silajong Watu Klotok, demikian disebut orang, mendirikan pura buat menjaga upacara untuk danau, mendatangkan hujan lebat, mengalirkan air selalu membawa kehidupan segala tumbuh-tumbuhan bagi jiwa alam sekalian”. Beliau Hyang Raja Kertha tiada lain adalah Mpu Kuturan.

Ada cerita lain dari masyarakat tentang sejarah berdirinya Pura Watu Klotok ini. Menurut cerita lisan yang berkembang di kalangan warga Desa Tojan, Pura Watu Klotok berdiri bermula dari sebuah batu makocel atau batu makocok. Diceritakan, pada zaman dahulu, ada seorang petani yang secara tidak sengaja menemukan batu ajaib di areal sawahnya saat mencangkul tanah. Keajaiban batu itu dilihat, karena setiap kali batu dikocok, akan terdengar bunyi beradu dari dalam batu itu. Karena hal itu dinilai ajaib, maka batu tersebut kemudian menjadi sungsungan subak dan berkembang menjadi Pura Watu Klotok. 

Sampai kini, batu ajaib itu masih tersimpan di Pura Watu Klotok. Berbentuk lonjong dan lumayan besar dengan posisi berdiri. Warga Desa Tojan meyakini batu makocok itu sangat bertuah. Wangsuhpada atau “air basuhan” dari batu itu kerap dimanfaatkan petani untuk melindungi tanamannya di sawah dari hama dan penyakit. 

Pura Watu Klotok dipuja Ida Sang Hyang Widhi sebagai penganugerah kesuburan. Karena itulah, dalam tradisi masyarakat di sekitarnya, bila terjadi hama yang menyerang tetanaman di sawah, petani bakal memohon keselamatan ke Pura Watu Klotok. 

Selain batu ajaib tersebut, di Pura Watu Klotok ini juga juga unen-unen atau rencang Ida Bhetara berupa tikus putih, ular belang dan penyu macolek pamor. Penyu macolek pamor tersebut diyakini muncul seratus tahun sekali. Itu dibuktikan dengan terdamparnya seekor penyu raksasa beberapa tahun silam.

Penekun spiritual yang juga pegawai di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Klungkung pernah menyusun buku tentang ”Selayang Pandang Pura Watu Klotok”. Dalam buku itu, Dewa Soma menceritakan permohonan keselamatan dan penyucian serta anugerah kesuburan, itu berlangsung ketika piodalan yang jatuh setiap enam bulan sekali. Persisnya pada Anggara Kasih Julungwangi. Ada juga yang diselenggarakan setiap tahun sekali, yakni upacara Ngusaba. Piodalan itu diselenggarakan oleh pengempon dari warga Banjar Celepik, Gelgel dengan pendanaan bersumber dari hasil pelaba pura seluas 125 are.

Upacara lain yang kerap digelar di pantai Watu Klotok seperti upacara mulang pakelem dalam rangkaian upacara-upacara besar yang digelar di Pura Besakih seperti Eka Dasa Rudra, Tri Bhuana, Eka Bhuana, Candi Narmada, Panca Bali Krama dan lainnya. Bahkan, di pantai Watu Klotok juga sering dilakukan upacara nangkid, malukat, neduh dan lainnya. Terlepas dari itu semua, pantai Klotok memendam misteri yang sulit dianalisis akal sehat. Bentangan pantai dari Ketapang Kembar sampai pantai Sidayu merupakan kawasan misteri pasukan ”Kopassus” Ratu Gde Nusa. Siapa pun yang berani berbuat onar dan kurang ajar di pantai itu, jangan harap untuk pulang kembali dengan selamat.


Arca Penjaga Kesucian


Image result for pura watu klotok
Sebagaimana Pura-pura lain di Bali, struktur Pura Watu Klotok juga terdiri atas tiga bagian. Utama mandala, madya mandala dan nista mandala. Bagian nista mandala (paling luar) Pura Watu Klotok berupa Candi Bentar dan Arca Dwapara Pala lengkap dengan senjata gada. Dwapara berarti pintu, sedangkan pala berarti penjaga. Jadi, begitu memasuki wilayah Pura Watu Klotok diyakini sudah ada suatu kekuatan yang menjaga kesucian pura. ”Sehingga ketika pemedek baru menginjakkan kaki di gerbang pura, sudah diarahkan untuk mengarahkan pikiran dan perilaku ke arah kesucian,” kata Dewa soma.

Setelah memasuki candi bentar menuju madya mandala, di sebelah selatan terdapat Pelinggih Sang Kala Sunya. Pelinggih itu merupakan aspek sakti dari Bhatara Baruna yang menguasai daerah kutub. Di sebelah timur Pelinggih Sang Kala Sunya, juga dibangun pelingih penghayatan Ratu Gde Penataran Ped yang tak lain berupa pohon ketapang berukuran besar serta sebuah tugu seperti pelingih taksu atau ngerurah.

Di utama mandala terdapat Pelinggih Ida Bhatara Watu Makocok (Makocel). Sesuai namanya, pelinggih ini disebut batu makocel yang berarti batu berbunyi yang diyakini memiliki sinar vibrasi spiritual tinggi. Juga diyakini sebagai tempat memohon kekuatan alam agar dianugerahi keselamatan, kesuburan dan kesejahteraan karena batu ini adalah cikal-bakal lahirnya Pura Watu Klotok. Karena pertama kali ada, makanya umat menyebut Pelinggih Batu Makocel itu dengan sebutan Pelinggih Ida Bhatara Lingsir.

Di samping Pelinggih Bhatara Lingsir, ada Meru Tumpang Lima, Gedong Alit Pule, Padmasana, Pengaruman, Linggih Sri Sedana dan beberapa pelinggih lainnya. Singkatnya, di utama mandala terdapat 16 bangunan/ pelingih termasuk Candi Bale dan sumur, di madya mandala lima bangunan/ pelinggih yaitu bale pemedek, bale gong, bale kulkul, candi bentar dan apit lawang kiwa tengen.

Sementara pada nista mandala terdapat 6 bangunan/pelingih yaitu Pelinggih Sanghyang Kala Sunia, Pelinggih Ida Bhatara Dalem Ped, Bale Pawedaan, Panggungan, candi bentar dan patung Dwarapala. Di samping terdapat piranti pelengkap lainnya seperti lumbung, bale petandingan, perantenan, Bale sekepat, Pelinggih Sri Sedana dan bale paebatan yang terletak di sekitar areal pura.

No comments:

Post a Comment