(Seka Suka Duka Tempekan Likawa - ST Wira Karya - Banjar Kedampal) |
(pemudi melakukan photo bersama di depan ogoh ogoh yang akan di arak saat pengerupukan) |
Om swastiastu, Om Awighnamastu Namo Siddham. Om Hrang Hring Sah Parama Siwaditya ya Nama. pertama kami ucapkan sinampura majeng ring Hyang Parama Kawi, bhatara bhatari, Ratu Sesuhunan serta Bhatara Hyang Guru dan Leluhur. kami juga ingin ucapkan maaf yang sebesar besarnya apabila tulisan di blog ini mengandung hal hal yang tidak benar dan tidak tepat seperti sumber sumber yang berlaku di masyarakat. Om Tat Pramadat Kesama Swamam. Om Shanti Shanti Shanti Om
(Seka Suka Duka Tempekan Likawa - ST Wira Karya - Banjar Kedampal) |
(pemudi melakukan photo bersama di depan ogoh ogoh yang akan di arak saat pengerupukan) |
(melasti Desa Adat Abiansemal) |
"....Manusa kabeh angaturaken prakerti ring prawatek dewata."
“Melasti ngarania ngiring prewatek dewata angayutaken laraning jagat, papa klesa, letuhing bhuwana, ngamet sarining amerta ring telenging segara”.
Pada zaman dahulu di sebuah desa hiduplah seorang raksasa yang sangat besar. Raksasa itu bernama Kebo Iwa. la sering menolong penduduk desa membangun rumah, membuat sumur dan mengangkat batu-batu besar. Kebo lwa tidak minta imbalan apapun, hanya saja masyarakat desa harus menyiapkan makanan yang banyak untuknya secara teratur.
Semakin hari tubuh Kebo Iwa semakin besar, makannya sangat banyak sekali. Penduduk desa kerepotan harus menyediakan makanan itu setiap waktu. Porsi makan Kebo Iwa setara dengan menyiapkan makanan untuk seratus orang dewasa. Walaupun masyarakat desa sudah tidak membutuhkan kemampuan dan tenaganya, mereka tetap wajib menyiapkan masakan dan minuman untuk Kebo Iwa. Apabila Kebo Iwa tidak diberi makanan sampai dua hari misalnya, dia akan mengamuk dan melakukan pengrusakan apa saja yang ditemuinya, termasuk rumah warga dan pura. Kebun, sawah, dan ladang juga dirusaknya.
Hal itu membuat penduduk desa khawatir, walau penduduk desa sudah tidak membutuhkan tenaganya, mereka harus tetap menyediakan makanan untuk Kebo lwa. Sampai musim kemarau datang. Seluruh lumbung padi milik penduduk mulai menipis. Beras serta bahan makanan lainnya sangat sulit didapatkan. Hujan pun tak kunjung datang. Penduduk mulai khawatir keadaan Kebo lwa. Karena, apabila Kebo Iwa lapar pasti akan melakukan pengrusakan. Sedangkan persediaan bahan makanan sudah sangat menipis, untuk makan keluarga saja tidak cukup apalagi memberi makanan Kebo lwa.
Kekhawatiran penduduk desa akhirnya terjadi. Pada suatu waktu Kebo lwa merasa kelaparan, namun makanan belum juga disiapka karena persediaan makanan penduduk desa sudah tidak ada lagi. Kebo lwa menjadi marah dan melakukan pengrusakan. la merusak rumah-rumah penduduk. Bahkan Pura yang merupakan tempat ibadah juga tidak ia lewatkan.
“AKU LAPAR! MANA MAKANAN UNTUKKU!” teriaknya meraung-raung. Penduduk berlarian, mereka mengungsi ke desa tetangga.
Mereka berteriak-teriak ketakutan, “Tolong..! Tolong…!” semua panik dan takut menjadi terkaman raksasa itu.
Kebo lwa terus mengejar para penduduk itu sambil terus berteriak- teriak, “Mana makanan untukku! Atau kalian akan kuhancurkan!” Kebo lwa semakin ganas. la tidak hanya menghancurkan rumah serta bangunan lainnya, namun juga menyantap hewan-hewan ternak milik penduduk.
Mengetahui kehancuran yang ditimbulkan Kebo lwa, penduduk desa menjadi sangat kesal dan marah. “Ini tidak bisa dibiarkan! Raksasa itu semakin menjadi-jadi!” ucap salah satu penduduk desa kesal. Kemudian mereka mencari ide untuk membunuh Kebo lwa. Setelah beberapa saat kemudian, mereka menemukan cara untuk mengatur siasat membunuh Kebo lwa.
Pada awalnya mereka berpura-pura mengajak berdamai dengan Kebo Iwa. Kemudian mereka mengumpulkan makanan yang sangat banyak dengan berbagai cara agar dapat menjalankan siasat mereka untuk membunuh Kebo lwa. Lalu setelah makanan terkumpul banyak kemudian mereka mendekati Kebo lwa yang sudah selesai makan seekor kerbau.
Kebo Iwa kekenyangan. Lalu berbaring beralaskan rumput. “Hai Kebo lwa …!” panggil Kepala Desa.
Kebo lwa menoleh, “Mau apa kalian mendekatiku?” tanya Kebo Iwa curiga.
Kepala Desa mulai meluncurkan aksinya, “Sebenarnya kami masih membutuhkan tenagamu, karena rumah-rumah dan pura banyak yang kau hancurkan. Bagaimana kalau kau membantu kami membangunnya kembali. Kami akan menyediakan makanan yang banyak untukmu sehingga kau tak kelaparan lagi,” kata Kepala Desa mempengaruhi.
“Makanan? Kalian akan menyediakan makanan yang enak untukku? Makanan yang banyak?” mata Kebo Iwa berbinar. la bahagia mendengar kata makanan. “Aku setuju!” sahutnya cepat.
Kebo Iwa sangat senang, ia tidak mencurigai sedikit pun. Kebo Iwa mulai bekerja. Dengan waktu yang terhitung singkat, beberapa rumah selesai dikerjakan olehnya. Sementara itu, para penduduk sibuk mengumpulkan batu kapur dalam jumlah besar, itu akan menjadi salah satu alat untuk menjalankan siasat membunuh Kebo Iwa. Kebo Iwa merasa bingung melihat para penduduk sangat banyak mengumpulkan batu kapur. Padahal kebutuhan batu kapur untuk rumah dan pura sudah ia cukupkan.
“Mengapa kalian mengumpulkan batu kapur begitu banyak?” tanya Kebo Iwa ingin tahu.
“Wahai Kebo lwa yang baik hati! Ketahuilah setelah kamu selesai membuat rumah dan pura milik kami, kami juga akan membuatkanmu rumah yang besar dan sangat indah,” kata Kepala Desa berbohong.
Kebo lwa sangat senang mendengarnya, “Benarkah?” tanyanya meyakinkan. Tidak ada kecurigaan sedikit pun darinya. la semakin semangat membantu penduduk desa. Hanya dalam beberapa hari, rumah-rumah dan pura milik penduduk selesai dikerjakan dan sudah tegak berdiri. Sekarang pekerjaannya hanya tinggal menggali sumur besar.
Pekerjaan ini memakan waktu cukup lama, Kebo Iwa menggunakan kedua tangannya yang besar dan kuat untuk menggali tanah sampai dalam. Semakin hari lubang yang dibuatnya semakin dalam. Tubuh Kebo Iwa pun semakin turun ke bawah. la mengaum mengeluarkan semua tenaganya. Tumpukan tanah bekas galian yang berada di mulut lubang pun semakin menggunung.
Dan terus seperti itu Kebo Iwa mengerjakannya sepanjang hari hingga suatu ketika Kebo lwa kelelahan dan berhenti sejenak untuk istirahat dan makan. la makan sangat banyak. Setelah makan ia mengantuk, ia pun tertidur dengan mengeluarkan suara dengkuran yang sangat keras.
Suara dengkuran Kebo Iwa terdengar oleh para penduduk desa yang sedang berada di atas sumur. Para penduduk segera berkumpul di tempat lubang sumur tersebut. Mereka melihat Kebo lwa sedang tertidur pulas di dalamnya.
“Dengar semua..!”seru Kepala Desa kepada warganya. “Mari kita jalankan rencana kita yang telah disepakati sejak awal!” perintahnya memimpin warganya untuk melemparkan batu kapur yang sudah mereka siapkan sebelumnya ke dalam sumur. Mereka terus melemparkan batu kapur itu. Kebo Iwa tidak menyadari dirinya dalam bahaya, karena ia terlelap tidur.
Air di dalam sumur yang bercampur batu kapur sudah mulai meluap dan menyumbat hidung Kebo lwa, barulah raksasa itu tersadar, “Aaaaaaa….” Kebo lwa mengerang kesakitan, “Tolong teriaknya lemah.
Namun, lemparan batu kapur dari para warga semakin banyak. Kebo Iwa tidak dapat berbuat apa-apa. Meskipun memiliki badan sangat besar dan tenaga yang sangat kuat, ia tidak mampu melarikan diri dari tumpukan kapur dan air sumur.
Kebo Iwa terkubur hidup-hidup, ia menggelepar-gelepar selama beberapa saat dan menimbulkan gempa sesaat tapi kemudian reda dan diam. Semua penduduk desa mengira Kebo lwa telah tewas terkubur di dalam sumur. Setelahnya air sumur mengalir terus semakin deras. Kemudian air sumur itu membanjiri desa serta membentuk danau. Danau itu kini diketahui bernama Danau Batur. Sedangkan tanah disamping danau yang tertimbun cukup tinggi membentuk sebuah bukit dan kemudian menjadi sebuah gunung yang dikenal dengan nama Gunung Batur.
TAMAN KERTA GOSA _KOTA SEMARAPURA
KLUNGKUNG_ BALI_ INDONESIA
Kerta Gosa adalah salah satu obyek wisata andalan kabupaten Klungkung, Bali. Dibangun pada tahun 1686 oleh Dewa Agung Jambe, Taman Gili Kerta Gosa memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki obyek wisata lainnya. Kerta Gosa adalah sebuah bangunan terbuka (bale) yang secara resmi merupakan bagian dari kompleks Puri Semarapura.
Terletak di jantung kota Semarapura Ibukota Kabupaten Klungkung, di sebelah pasar utama, Kerta Gosa telah direnovasi dan dilestarikan oleh pemerintah. Di dalam tembok dengan ukiran Bali tradisional, terdapat dua bangunan tinggi berdiri yaitu, disebut Bale Kerta Gosa dan Bale Kambang (Taman Gili). Bale Kerta Gosa merupakan sebuah bangunan tinggi di sudut kanan setelah pintu masuk, serta Bale Kambang yang lebih besar terletak di tengah dan dikelilingi oleh kolam.
Selain arsitektur bangunan yang indah, keunikan Kerta Gosa terletak di langit-langit bale yang ditutupi dengan lukisan tradisional bergaya Kamasan. Kamasan adalah sebuah desa di kecamatan Klungkung yang terkenal dengan ciri khas lukisan wayangnya. Lukisan Kamasan biasanya mengambil epos seperti Ramayana atau Mahabharata sebagai tema lukisan. Lukisan Kamasan biasanya ditemukan di Pura-Pura sebagai hiasan yang memiliki banyak arti.
Sebelumnya lukisan di langit-langit Kerta Gosa dibuat pada kain, namun pada tahun 1930 dipugar dan dicat pada eternit. Lukisan-lukisan di langit-langit Kerta Gosa menawarkan pelajaran rohani yang berharga. Jika seseorang melihat hal ini secara rinci, pada setiap bagian langit-langit menceritakan cerita yang berbeda, terdapat satu bagian yang bercerita tentang karma dan reinkarnasi, dan bagian lain menggambarkan setiap fase kehidupan manusia dari lahir sampai mati. Lukisan dibagi menjadi enam tingkatan, yang mewakili akhirat, serta yang paling atas yaitu nirwana.
Bale Kambang adalah sebuah bangunan indah di tengah kolam. Lukisan Kamasan di langit-langit menggambarkan kisah dari epos Sutasoma. Kedua sisi dari jembatan menuju bale dijaga oleh patung-patung yang mewakili karakter dari epos dengan latar belakang kolam teratai. Tema dalam lukisan menunjukkan bahwa bangunan tersebut difungsikan sebagai tempat bagi keluarga kerajaan untuk mengadakan upacara agama untuk ritual Manusa Yadnya seperti pernikahan dan upacara potong gigi.
Kerta Gosa ternyata juga pernah difungsikan sebagai balai sidang pengadilan yaitu selama berlangsungnya birokrasi kolonial Belanda di Klungkung (1908-1942) dan sejak diangkatnya pejabat pribumi menjadi kepala daerah kerajaan di Klungkung (Ida I Dewa Agung Negara Klungkung) pada tahun 1929. Bahkan, bekas perlengkapan pengadilan berupa kursi dan meja kayu yang memakai ukiran dan cat prade masih ada. Benda-benda itu merupakan bukti-bukti peninggalan lembaga pengadilan adat tradisional seperti yang pernah berlaku di Klungkung dalam periode kolonial (1908-1942) dan periode pendudukan Jepang (1043-1945). Pada tahun 1930, pernah dilakukan restorasi terhadap lukisan wayang yang terdapat di Kerta Gosa dan Bale Kambang oleh para seniman lukis dari Kamasan dan restorasi lukisan terakhir dilakukan pada tahun 1960.
Objek wisata taman Kerta Gosa terkadang ditulis Kertha Gosa dulunya adalah bagian dari komplek bangunan kerajaan Klungkung. Komplek kerajaan Klungkung dibangun pada tahun 1686 oleh pemegang kekuasaan pertama yaitu Ida I Dewa Agung Jambe. Namun pada tahun 1908, hampir semua bangunan kerajaan Klungkung hancur karena invasi kolonial Belanda.
Ada tiga bangunan dari komplek kerajaan Klungkung yang masih tersisa dan tidak sampai hancur saat invasi kolonial Belanda. Ketiga bangunan tersebut antara lain:
Bangunan Medal Agung (pintu gerbang utama kerajaan Klungkung).
Bale Kambang (bangunan yang dikelilingi kolam yang disebut Taman Gili).
Bangunan / Bale Kertha Gosa.
Bale Kertha Gosa tidak langsung dibangun pada tahun 1686 bersamaan dengan pembangunan kerajaan Klungkung. Namun Bale Kertha Gosa dibangun pada akhir abad ke 18, dan lokasinya berada di ujung timur laut kawasan kerajaan Klungkung.
Pada jaman dahulu fungsi dari Bale Kertha Gosa adalah tempat diskusi mengenai situasi keamanan, keadilan dan kemakmuran wilayah kerajaan Bali, serta pada jaman dulu juga difungsikan sebagai tempat pengadilan di Bali.
Daya Tarik & Keunikan
Taman Kertha Gosa
Hal utama yang menjadi daya tarik tempat wisata taman Kerta Gosa adalah arsitektur bangunan yang mencirikan arsitektur khas Bali abad 17. Keindahan arsitektur terutama terlihat pada bangunan Bale Kambang, yang dikelilingi kolam yang disebut Taman Gili. Karena terdapat kolam mengelilingi Bale Kambang, maka untuk dapat memasukai area bangunan Bale Kambang, pengunjung akan melewati jembatan dari batu-bata.
Keunikan dari bangunan Bale Kambang dan Bale Kertha Gosa, ada pada langit – langit atap bangunan. Pada langi-langit atap bangunan terdapat lukisan Wayang yang mengambarkan kasus yang disidangkan, serta jenis hukuman yang akan diterima, jika melakukan kesalahan.
Disamping itu, lukisan Wayang tersebut juga menceritakan hukum Karma Pahala. Hukum sebab akibat dari baik buruknya perbuatan manusia, yang dilakukan selama hidupnya. Serta lukisan Wayang juga menggambarkan penjelmaan kembali manusia ke dunia untuk menebus dosa dari perbuatannya (reinkarnasi).
Lukisan Wayang yang terdapat di langit – langit atap Bale Kertha Gosa, serta Bale Kambang adalah contoh dari keunikan dan ciri khas lukisan Wayang Desa Kamasan, Klungkung.
Selain kedua bangunan tersebut, di kawasan objek wisata Kertha Gosa, tepatnya di areal barat, terdapat sebuah museum yang juga ramai dikunjungi wisatawan. Museum ini menyimpan benda bersejarah peninggalan kerajaan Klungkung, dan benda yang digunakan oleh pengadilan adat tradisional Bali pada jaman dulu.
Karang Panes atau nyakitin adalah pekarangan yang tidak baik untuk dijadikan tempat tinggal karena konon orang yang menempati atau menghuninya akan kerap kena bencana, acap bertengkar lantaran hal-hal sepele, sering kecurian, kena fitnah, diganggu mahluk halus dll.
Namun, apabila memang terpaksa menempati atau menghuni karang panes dapat meruwatnya dimana dalam mengetahui karang panes dan untuk menetralkannya secara niskala disebutkan baik dalam lontar wismakarma dan lontar bhamakertih agar tanah tersebut dapat memberikan rasa damai dan tentram, banyak rezeki dan panjang umur yaitu disebutkan antara lain :
Karang Tumbak Rurung, didirikan sebuah pelinggih pada posisi yang ditumbak oleh rurung guna dapat mengeliminasi dampak negatif keberadaan posisi pekarangan.Pekarangan rumah yang ngulonin (terletak di bagian hulu) banjar atau pura bisa dinetralisir dengan jalan memundurkan tembok panyengker (pembatas) rumah.Antara tembok banjar atau pura dengan tembok rumah dibuatkan gang kecil (rurung gantung).Sementara di luar tembok pekarangan agar dibangun pelinggih (bangunan suci) berbentuk padma capah dan di tanah pekarangan dibuatkan upacara pemahayu pekarangan (pecaruan karang tenget/angker).Segala yang disebut Pamanes Pekarangan, seperti: Kemasukan gelap, dan terbakar, patut membangun palinggih berupa Padma capah, sthana Sang Hyang Indra Blaka.Apabila tidak membangun sthana untuk Sang Hyang Indra Blaka, tidak putus-putusnya menemukan sakit bermacam-macam, walaupun hingga sepuluh kali telah macaru, tak akan bisa selesai oleh caru itu, karena Beliau Sang Hyang Indra Blaka telah berubah dari Sang Hyang Indra Blaka, menjadi Kala Maya, menjadi Kala Desti, demikian dinyatakan.