(melasti Desa Adat Abiansemal) |
Melasti adalah upacara penyucian diri untuk menyambut hari raya Nyepi oleh seluruh umat Hindu di Bali. Upacara Melasti digelar untuk menghanyutkan kotoran alam menggunakan air kehidupan. Upacara Melasti dilaksanakan di pinggir pantai dengan tujuan mensucikan diri dari segala perbuatan buruk pada masa lalu dan membuangnya ke laut.
Dalam kepercayaan Hindu, sumber air seperti danau, dan laut dianggap sebagai air kehidupan (tirta amerta). Selain melakukan persembahyangan, upacara Melasti juga adalah pembersihan dan penyucian benda sakral milik pura (pralingga atau pratima Ida Bhatara dan segala perlengkapannya). Benda-benda tersebut diarak dan diusung mengelilingi desa. Hal ini dimaksudkan untuk menyucikan desa.
Dalam upacara ini, masyarakat dibentuk berkelompok ke sumber-sumber air seperti danau dan laut. Satu kelompok berasal dari wilayah atau desa yang sama. Seluruh peserta mengenakan baju putih. Para pemangku berkeliling dan memercikan air suci kepada seluruh warga yang datang serta perangkat-perangkat peribadatan dan menebarkan asap dupa sebagai wujud mensucian. Pelaksaaan upacara Melasti dilengkapi dengan berbagai sesajian sebagai simbol Trimurti, 3 dewa dalam Agama Hindu, yaitu Wisnu, Siwa, dan Brahma, serta Jumpana, singgasana Dewa Brahma.
Untuk menyambut Hari Raya Nyepi, pelaksanaan upacara Melasti ini di bagi berdasarkan wilayah, di Ibukota provinsi dilakukan Upacara Tawur. Di tingkat kabupaten dilakukan upacara Panca Kelud. Di tingkat kecamatan dilakukan upacara Panca Sanak. Di tingkat desa dilakukan upacara Panca Sata. Dan di tingkat banjar dilakukan upacara Ekasata. Sedangkan di masing-masing rumah tangga, upacara dilakukan di natar merajan (sanggah). Upacara ini dilaksanakan agar umat Hindu diberi kekuatan dalam melaksanakan Hari Raya Nyepi.
Melasti (atau Makiyis; Melis) dilaksanakan di tepi laut, danau atau pada sumber / mata air menjelang perayaan Nyepi yang bermakna untuk mensucikan diri secara lahir dan bathin dengan tujuannya diantaranya disebutkan yaitu :
Pelaksanaan upacara Melasti disebutkan dalam lontar Sundarigama sebagaimana penjelasan Radiograf, dilakukan antara empat atau tiga hari sebelum Nyepi. seperti ini:
Di Bali umat Hindu melaksanakan upacara Melasti dengan mengusung pralingga atau pratima Ida Bhatara dan segala perlengkapannya dengan hati tulus ikhlas, tertib dan hidmat menuju samudra atau mata air lainnya yang dianggap suci.
Upacara Melasti dilaksanakan dengan melakukan sembahyang bersama menghadap laut dan setelah usai dilakukan, pratima dan segala perlengkapannya ditedunkan dari jempana dan diusung kembali ke Balai Agung di Pura Desa masing - masing.
- Untuk dapat meningkatkan keheningan pikiran dan juga dilaksanakan untuk kesucian jagat raya ini yang disimbolisasikan dengan labuh gentuh dengan labuhan sesaji ke laut.
- Mesucikan seluruh arca, pratima, nyasa, pralingga sebagai wujud atau sthana Ida Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dengan segala manifestasi-Nya.
- Melebur segala macam kekotoran pikiran, perkataan dan perbuatan, serta memperoleh air suci (angemet tirta amerta) untuk kehidupan yang pelaksanaannya dapat dilakukan di laut, danau, dan pada sumber / mata air yang disucikan.
- Bagi pura yang memiliki pratima atau pralingga seyogyanya mengusungnya ke tempat patirtan tersebut di atas. Pelaksanaan secara ini dapat dilakukan beberapa hari sebelum dilaksanakanya tawur kesanga untuk memohon kepada Tuhan untuk kesejahteraan alam lingkungan menjelang pergantian tahun saka.
"....Manusa kabeh angaturaken prakerti ring prawatek dewata."
Di Bali umat Hindu melaksanakan upacara Melasti dengan mengusung pralingga atau pratima Ida Bhatara dan segala perlengkapannya dengan hati tulus ikhlas, tertib dan hidmat menuju samudra atau mata air lainnya yang dianggap suci.
Upacara Melasti dilaksanakan dengan melakukan sembahyang bersama menghadap laut dan setelah usai dilakukan, pratima dan segala perlengkapannya ditedunkan dari jempana dan diusung kembali ke Balai Agung di Pura Desa masing - masing.
Melasti dalam sumber Lontar Sunarigama dan Sanghyang Aji Swamandala yang dirumuskan dalam bahasa Jawa Kuno menyebutkan
“Melasti ngarania ngiring prewatek dewata angayutaken laraning jagat, papa klesa, letuhing bhuwana, ngamet sarining amerta ring telenging segara”.
Dari rumusan ini dapat kita lihat bahwa ada lima tujuan upacara melasti tersebut, yaitu :
- Ngiring prewatek dewata, ini artinya upacara melasti itu hendaknya didahului dengan memuja Tuhan dengan segala manifestasinya dalam perjalanan melasti. Tujuannya adalah untuk dapat mengikuti tuntunan para dewa sebagai manifestasi Tuhan. Dengan mengikuti tuntunan Tuhan, manusia akan mendapatkan kekuatan suci untuk mengelola kehidupan di dunia ini. Karena itu melasti agak berbeda dengan berbhakti kepada Tuhan dalam upacara ngodalin atau saat sembahyang biasa. Para dewata disimbolkan hadir mengelilingi desa, sarana pretima dengan segala abon-abon Ida Bhatara. Semestinya umat yang rumahnya dilalui oleh iring-iringan melasti itu menghaturkan sesaji setidak-tidaknya canang dan dupa lewat pintu masuknya kepada Ida Bhatara yang disimbolkan lewat rumah itu. Tujuan berbhakti tersebut agar kehadiran beliau dapat dimanfaatkan oleh umat untuk menerima wara nugraha Ida Bhatara manifestasi Tuhan yang hadir melalui melasti itu.
- Anganyutaken laraning jagat, artinya menghayutkan penderitaan masyarakat. Jadinya upacara melasti bertujuan untuk memotivasi umat secara ritual dan spiritual untuk melenyapkan penyakit-penyakit sosial. Penyakit sosial itu seperti kesenjangan antar kelompok, perumusuhan antar golongan, wabah penyakit yang menimpa masyarakat secara massal, dan lain-lain. Setelah melasti semestinya ada kegiatan-kegiatan nyata untuk menginventariskan berbagai persoalan sosial untuk dicarikan solusinya. Dengan langkah nyata itu, berbagai penyakit sosial dapat diselesaikan tahap demi tahap secara niskala. Upacara melasti adalah langkah yang bersifat niskala. Hal ini harus diimbangi oleh langkah sekala. Misalnya melatih para pemuka masyarakat agar memahami pengetahuan yang disebut “manajemen konflik” mendidik masyarakat mencegah konflik.
- Papa kelesa, artinya melasti bertujuan menuntun umat agar menghilangkan kepapanannya secara individual. Ada lima klesa yang dapat membuat orang papa yaitu; Awidya : Kegelapan atau mabuk, Asmita : Egois, mementingkan diri sendiri, Raga : pengumbaran hawa nafsu, Dwesa : sifat pemarah dan pendendam, Adhiniwesa : rasa takut tanpa sebab, yang paling mengerikan rasa takut mati. Kelima hal itu disebut klesa yang harus dihilangkan agar seseorang jangan menderita.
- Letuhing Bhuwana, artinya alam yang kotor, maksudnya upacara melasti bertujuan untuk meningkatkan umat hindu agar mengembalikan kelestarian alam lingkungan atau dengan kata lain menghilangkan sifat-sifat manusia yang merusak alam lingkungan. Umat hindu merumuskan lebih nyata dengan menyusun program aksi untuk melestarikan lingkungan alam. Seperti tidak merusak sumber air, tanah, udara, dan lain-lain.
- Ngamet sarining amerta ring telenging segara, artinya mengambil sari-sari kehidupan dari tengah lautan, ini berarti melasti mengandung muatan nilai-nilai kehidupan yang sangat universal. Upacara melasti ini memberikan tuntunan dalam wujud ritual sakral untuk membangun kehidupan spiritual untuk didayagunakan mengelola hidup yang seimbang lahir batin.
Nilai-nilai tersebut adalah berbhakti pada tuhan (ngiring prawatek dewata), menghilangkan penyakit sosial (laraning jagat), menghilangkan kepapanan individu (papa klesa) dan menghilangkan sifat-sifat yang merusak alam lingkungan (letuhing bhuwana). Jadinya tujuan berbhakti kepada Tuhan adalah dengan mengiring para dewata dalam upacara melasti untuk menghilangkan hal tersebut. Dengan lenyapnya penyakit sosial kepapanan individu dan kerusakan alam barulah manusia akan dapat menikmati sari-sari kehidupan. Samudra disimbolkan sebagai sumber kehidupan. Air laut menguap jadi mendung, mendung terus menjadi hujan. Hujan inilah yang menjadi sumber kehidupan flora dan fauna, sumber penghidupan manusia.