sumber : youtube
=======================================================================
Pura Luhur Besi Kalung berlokasi di daerah pegunungan di lereng gunung bagian selatan Gunung Batukaru. Secara teritorial wilayah ini termasuk wilayah Jatiluwih. Tapi yang menjadi pengempon pura berada diwilayah Desa Adat Ulu, Desa Babahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Lokasi pura jika ditempuh dari Denpasar mencapai kurang lebih 50km menuju Gunung Batukaru sisi selatan. Meskipun tak banyak sumber yang dapat dijadikan sebagai sebuah pegangan mengenai sejarah berdirinya Pura ini, tapi ada beberapa informasi yang dapat digunakan sebagai alternatif tentang asal usul Pura.
Sumber pertama: Prasasti Babahan I yang bertahun caka 839 (917 M) yang tersimpan di Pura Puseh Jambelangu Desa Adat Bolangan mencantumkan kalimat yang berbunyi ‘….. Cala Silunglung Kaklungan Pangulumbigyan….’. Dimana kata ini dapat diartikan, Bale suci (Cala Silunglung), kaklungan dan upacara pembersihan (Pangulumbigyan).
Dari kalimat itu sangat dimungkinkan bahwa nama Besi Kalung berasal dari kata ‘Cala Silunglun’ yang berubah penyebutannya menjadi ‘Sikalung’ kemudian kembali mengalami perubahan ‘Besi Kalung’. Sedangkan sumber kedua berasal dari adanya peninggalan Lingga yang ada pada palinggih pokok (agung).
Dan menurut Jero Pemangku Ageng bila lingga itu dipukul maka akan mengeluarkan suara nyaring seperti besi. Bentuk lingga itu bulat panjang dan pada bagian atasnya dihiasai dengan lingkaran seperti kalung, yang melingkarinya. Kemudian dari lingga yang seperti berkalung tersebutlah akhirnya Pura ini disebut dengan Pura Luhur Besi Kalung. Kenapa nama Pura ini didepannya berisi kata luhur karena letaknya yang ada di atas perbukitan.
“Kata Besi Kalung juga dihubungkan dengan kata Pagerwesi yang berarti berpagar besi melingkar,” ujar Jero Mangku Ageng Luhur Besi Kalung. Hari Raya Pagerwesi, jatuh setiap Budha Kliwon Sinta bertepatan dengan Piodalan di Pura ini. Budha kliwon Pagerwesi menurut lontar Sunari gama sebagai pemujaan/payogan Sang Hyang Pramesti Guru salah satu astek kemahakuasaan Ciwa sebagai Guru yang Agung yang dihormati oleh para Dewa dan semua makhluk hidup. Sedangkan Ida Bhatara malingga di Palinggih Pokok (Agung) menurut lontar Druwen Pura hal 185-186 disebutkan ‘Sang Hyang Ciwa sakti’ dengan segala astek kemahakuasaan-Nya. Berdasarkan sumber yang disebutkan tadi dan sesuai dengan peninggalan bersejarah berupa benda kepurbakalaan dapat diperkirakan bahwa Pura Luhur Besi Kalung telah berdiri sejak abad IX-XII M.
Dapat dilihat pula dari struktur bangunan palinggih yang berupa bebaturan yang dalam kepurbakalaan disebut batu berundak-undak. Yang menandakan bahwa pura ini merupakan peninggalan jaman megalitikum (jaman batu besar). Karakteristik pemujaan pada jaman ini merupakan perpaduan pemujaan roh suci leluhur atau mereka yang dihormati dengan konsepsi-konsepsi ke-Tuhan-an Hindu yang datangnya dari India melalui Jawa. Jaman ini juga disebut juga dengan jaman Apaniaga yaitu peralihan dari jaman Bali Aga menuju jaman pengaruh-pengaruh kebudayaan Jawa dengan tatanan upacara Hindu Klasik. Berdasarkan Prasasti Babahan I yang ditemukan di Pura Puseh Jambelangu mengisahkan perjalanan Raja Sri Ugracena ke Bali Utara dan sempat singgah pada pertapaan (pesraman) Rsi Pita Maha di Petung Bang Hyang Sidhi, beliau juga disebut dengan Bhiku Dharmeswara. Raja Sri Ugracena memberikan titah dan kewenangan pada Rsi Pita Maha untuk menyelesaikan upacara keagamaan bagi mereka yang meninggal salah pati, angulah pati.
Hal inilah yang merupakan keistimewaan dan kekhususan Prasasti Babahan I yang dapat dikatakan sebagai satu-satunya Prasasti Bali yang memuat upacara Salah pati, Angulah Pati. Bang Hyang Sidhi yang disebut didalam prasasti Babahan I kini disebut Bangkyang Sidem terletak persis di sebelah timur Pura Luhur Besi Kalung hanya dipisah kan oleh sungai (Yeh Ho). Di Pura subak Bangkyang Sidem sebagai situs kepurbakalaan terdapat 2 unit pura yang kecil diperkirakan sebagai tempat tinggal Sang Rsi dan yang satunya lagi terletak di bagian selatan agak di bawah diperkirakan sebagai tempat pemujaan harian beliau. Jika hipotesa ini benar maka ada kemungkinan Pura Luhur Besi Kalung didirikan oleh Rsi Pita Maha pada masa pemerintahan Raja Ugracena yang bertahta atau memerintah pada caka 837 - 864 atau sekitar 915-942 M. Mengingat prasasti Babahan I bertahun Caka 839 (917 M).
Selain itu menurut cerita, pura ini di kemit oleh seekor naga, hal ini disebabkan kerap kali terdengar suara naga menjelang tengah malam, tutur salah satu dari mangku di sana. Persepsi lain nama besi kalung kemungkinan berasal dari sekala (nyata) karena keberadaan pelinggih-pelinggihnya merupakan kesatuan aktualisasi kehidupan yang ditandai dengan Campuhan Tiga, Pecalang Agung, Pasar Agung, Pedukuhan, Taman Sari, Ratu Nyoman Pengadangan, Dalem Khayangan, Shangyang Meling, Dalem Gumi, Muncak Sari, Beji Kauh, Batur, Puseh, Khayangan/Angluhan, Ratu Sedahan, Rambut Sedana/Manik Galih, Lumbung, Bale Sekulung, Pura Bambang, Taksu Agung, Manik Sekalan, penghayatan Wisnu, Brahma, Ratu Nyoman Tangkeb Langit, Penghayatan Surya, Merta Sari, Naga Loka, Gunung Agung, Bukit Puhun, Balai Pelapah Pemayasan dan Balai Munar Manik.
Berdasarkan Prasasti Babahan1 di dalam perjalanan Raja Cri Ugrasena Ke Bali utara, memberikan Anugrah atau wewenang kepada seorang Pandita yang bergelar Pita Maha berpesraman di Bhang Hyang Sidhi berlokasi di sebelah Pura Besi Kalung untuk mengatur tata cara penyelenggaranan keagamaan. Mengingat lokasinya yang berdampingan antara kedua tempat tersebut, maka ada dua kemungkinan Pura Luhur Besi Kalung telah ada sejak tahun caka 839 atau 917 masehi dan dibangun oleh seorang Rsi. Ditinjau dari status dan fungsi Pura Dhang Khayangan sebagai Catur Lawa dan pesanakan Pura Batukaru, selain Petali, Tamba Waras dan Muncak Sari. Mengingat status dan fungsi serta rangkaian upacara yang diselenggarakan, maka Pura Luhur Besi Kalung dipuja Betara Ciwa dalam Sebagaimana layaknya pura yang lain di Bali, Pura Besi Kalung dikenal angker. Barang siapa berani naik ke Pelinggih Agung atau memasuki pura dengan niat tidak baik maka celaka dan akan berdampak pada lingkungan dimana yang bersangkutan tinggaL, seperti terjadi gerubug.
Akan tetapi bila dilihat dari kesuwecanan Ida Betara yang melinggih di pura ini, banyak yang telah terwujud keinginannya. Banyak para politisi dan pejabat melakukan semedi untuk mendapatkan paica serta agar keinginanya tercapai. Banyak pula masyarakat yang belum meiliki keturuann, memohon anak di pura ini, dan terbukti banyak yang permohonannya dikabulkan. Selain Pura Besi Kalung sebagai tujuan utama untuk melakukan persembahyangan dari umat Hindu kini lokasi Pura tersebut sebagai obyek pariwisata mengingat tempatnya yang sangat strategis yang dikelilingi oleh pesawahan yang menghampar hijau serta tampak gunung-gunung yang berjajar serta iklim yang sejuk memberikan kesegaran jasmani dan rohani.
Adapun rangkaian upacara dilaksanakan pada Saniscara Umanis Watugunung (Saraswati Puja), Redite Paing Sinta (Banyu Pinaruh), Soma Rebek (Soma Pon Sinta), Anggara Wage Sinta (Sabuh Mas) serta piodalan Ida Bhatara pada Pagerwesi (Buda Kliwon Sinta). Esksistensi Pura Luhur Besi Kalung sebagai jajar Kemiri dan Catur Loka Pura Sad Khayangan Luhur Batukaru. Pura Luhur Batukaru dalam status Sad Khayangan Jagat sebagai Linggacala Ida SangHyang Mahadewa disebut dengan Mahadewa lazimnya dalam kehidupan masyarakat pengempon disebut Batukaru. Batukaru merupakan kekuatan penangkeb yang bermakna raja para Dewa-Dewa sehingga manifestasi Ida Sang Hyang Widhi yang dipuja di Pura Batukaru oleh masyarakaat setempat disebut dengan istilah Ida Betara Panembahan Penataran Jagat Bali. Dan puncak gunung Batukaru disebutkan dengan istilah Pucak Kedaton. Pucak artinya kedudukan tertinggi, sedang Kedaton atau kedatuan artinya keratuan Raja di Raja.
Jadi Kedaton berarti keraton yang artinya komando tata pemerintahan niskala. Gunung Batukaru dengan puncaknya kedaton merupakan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi sebagai badan eksekutif, yaitu pelindung kehidupan sarwa prani dengan menganugrahkan pengurip bumi dengan perangkat badan pembantunya disebut sebagai Jajar Kemiri. Jajar artinya jaringan Kemiri adalah tingkih (kemiri), jadi Jajar Kemiri adalah jaringan yang membangun kekuatan kemiri, sehingga kuat dan tidak mudah lapuk. Pura-pura yang merupakan jajar kemiri dari Pura Batukaru di sebelah kanan adalah Pura Muncak Sari dan Pura Tambaa Waras dan di sebelah kirinya yaitu Pura Petali dan Pura Besi Kalung. Dengan demikian Pura Dhang Khayang Jagat Bali dikuatkan dengan adanya Pura Jajar Kemiri yang mempunyai fungsi sebagai kekuatan Jagat Bali.
Pura Muncak Sari merupakan pembekalan induk berupa sandang, pangan dan papan yang cukup tersedia dan tak pernah habisnya serta mampu memenuhi sepanjang kehidupan zaman dalam Catur loka Pala Batukaru sebagai Sang Hyang Sangkara. Pura Tamba Waras adalah kekuatan pemberi anugrah di bidang kesehatan lahir batin serta kelestarian alam semesta, yang merupakan manifestasi Catur loka Pala Batukaru sebagai Dewa Aswina. Pura Petali merupakan kekuatan peradilan atau penasehat yang mampu mengendalikan kehidupan Buana Agung dan Buana Alit. Keadilan dan nasehat adalah tali pengendali persatuan dan kesatuan kehidupan, dalam Catur Loka Pala Batukaru sebagai Hyang Yamadipati. Pura Besikalung adalah kekuatan pemberi anugrah kebesaran dan keteguhan Bhuana Alit dan Bhuana Agung, manifestasi Catur Loka Pala Batukaru sebagai Sri Sedana.
Pura Luhur Batukaru dalam proses penciptaan samkhya yoga berkedudukan sebagai purusha didampingi oleh Danau Tamblingan yang berkedudukan sebagai predana, sehingga Gunung Batukaru dengan Danau Tamblingan adalah wujud Ardanareswari pencipta Kehuripan Jagat (pengurip bumi/kehidupan di bumi). Pertemuan purusha dan predana melahirkan berbagai kehidupan sarwa prani, Pura Pesanakanyang berstatus Ulun Siwi terbesar. Pemujaan Manik Amerta adalah Pura Batulumbung. Kekuatan berupa udara adalah Batukaru, Air adalah Pura Tamblingan, Panas (api) adalah Pura Bukit Puhun. Ini merupakan tiga kekuatan sumber penciptaan sarwaprani yang memenuhi jagat raya. Kekuatan Pura Bukit Puhun sebagai kekuatan panas telah dibuktikan pada saat Ida Bhatara kabeh mesucian di segara Tanah Lot. Ida Bhatara Bukit Puun bertugas menyurutkan air laut surut sehingga semua pralingga dapat masuk ke Pura Luhur Tanah Lot. Yang menjadi pertanyaan dan teka-teki masayarakat sampai sekarang adalah keberadaan pasangan lingga di pelinggih agung yakni berupa yoni